Stafsus Jokowi Ungkap Alasan Pengembangan EBT Mandek

CNN Indonesia
Jumat, 13 Nov 2020 13:06 WIB
Stafsus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta menilai keterjangkauan harga menjadi salah satu faktor penghambat pengembangan EBT.
Stafsus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta menilai keterjangkauan harga menjadi salah satu faktor penghambat pengembangan EBT. Ilustrasi. (Facebook/Joko Widodo).
Jakarta, CNN Indonesia --

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta menyebut keterjangkauan harga menjadi salah satu faktor pengembangan energi baru terbarukan (EBT) terhambat di Indonesia.

Pasalnya, ia bilang pemanfaatan EBT tak dapat dipisahkan dengan kemampuan bayar pengguna atau user yang saat ini masih mengandalkan listrik murah.

Dalam menyediakan listrik murah, menurut Arif, batu bara masih menjadi pilihan utama. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu produsen batu bara terbesar. Dengan mengandalkan batu bara sebagai sumber energi, harga listrik dapat ditekan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau bicara energi maka bicara soal pengguna, ada persoalan affordability (kemampuan bayar), dalam konteks ini harga. Ini kita tahu batu bara sepenuhnya masih ada di dalam negeri jadi tidak perlu impor, sehingga harga energi, khususnya listrik, dan penggunaan industri relatif bisa dikelola," katanya pada diskusi daring Greenpeace pada Jumat, (13/11).

Pun begitu, ia tak setuju jika pemerintah dicap anti go green atau tak mendukung pemanfaatan EBT. Komitmen pemerintah, kata dia, tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Arif menyebut dalam beleid terkait tertuang 17 tujuan pencapaian ekonomi, sosial, dan ekologi dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca.

Selain itu, komitmen juga tertuang dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

[Gambas:Video CNN]

Tak cuma diterjemahkan dalam regulasi, ia mengatakan secara konkret pemerintah RI dalam RAPBN 2021 menganggarkan Rp16,73 triliun untuk perbaikan kualitas lingkungan hidup.

Hal ini, lanjutnya, sejalan dengan target pemanfaatan sumber energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 mendatang.

"Menjadi komitmen pemerintah, kalau dikatakan APBN tidak pro green, dari pandangan kami APBN juga pro green, pro terhadap ekologi," katanya.

(wel/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER