Ekonom Beberkan Porsi APBN Buat EBT Masih Kecil

CNN Indonesia
Jumat, 13 Nov 2020 14:48 WIB
Ekonom Berly Martawardaya menyorot rendahnya upaya transformasi hijau pemerintah yang tercermin dari minimnya porsi APBN untuk pembangunan rendah karbon.
Ekonom Indef Berly Martawardaya menyorot rendahnya upaya transformasi hijau pemerintah yang tercermin dari minimnya porsi APBN untuk pembangunan rendah karbon. Ilustrasi. (CNN Indonesia/ Yuliyanna Fauzi).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonom Universitas Indonesia dan Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menilai alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk aktivitas Pembangunan Rendah Karbon (LCD) selama 2018-2020 masih minim. Hal itu menjadi indikasi rendahnya semangat transformasi hijau pemerintah ke energi baru terbarukan (EBT)

Ia merinci, alokasi LCD pada 2018 sebesar Rp34,5 triliun atau 1,6 persen dari APBN. Selang setahun, alokasinya mengecil menjadi Rp23,8 triliun atau setara 1,4 persen dari APBN.

Lalu, tahun ini, lagi-lagi terjadi penurunan tipis menjadi Rp23,4 triliun atau 0,9 persen dari proporsi APBN.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Transformasi sektor energi yang vital untuk mencapai target 23 persen EBT di bauran energi mendapat porsi lebih kecil dan masih belum didukung feed-in-tarif yang sesuai dengan karakteristik EBT," ujar Berly pada diskusi daring Greenpeace pada Jumat, (13/11).

Ia juga menyoroti tingginya ketergantungan pemakaian batu bara sebagai sumber energi Indonesia. Hal ini tercermin dari porsi batu bara dalam bauran energi primer pembangkit listrik yang mencapai 62,2 persen pada 2019.

Bahkan, mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020-2024, produksi batu bara akan terus meningkat.

Karena ketergantungan tersebut, RI didapuk oleh Greenpeace sebagai negara dengan nilai terendah dalam soal mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).

"Proporsi (penggunaan) batu bara di Indonesia paling tinggi di antara negara-negara di ASEAN. Padahal, yang lain bisa merubah meningkatkan dengan cukup cepat," katanya.

Ia mencontohkan negara tetangga seperti Vietnam yang dalam setahun berhasil meningkatkan kapasitas penggunaan solar hingga 20 kali lipat. Sementara, Thailand dalam setahun terakhir juga mencatatkan penggunaan bahan bakar solar sebesar 4 kali lipat dalam energi baurannya.

Di kesempatan sama, Staf Khusus Presiden Bidan Ekonomi Arif Budimanta menyanggah pandangan kalau pemerintah anti go green. Menurut dia, komitmen mendukung pemanfaatan EBT tertuang dalam regulasi negara.

Regulasi yang dimaksudnya yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Arif menyebut dalam beleid terkait tertuang 17 tujuan pencapaian ekonomi, sosial, dan ekologi dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca.

Selain itu, komitmen juga tertuang dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Tak cuma diterjemahkan dalam regulasi, ia mengatakan secara konkret pemerintah RI dalam RAPBN 2021 menganggarkan Rp16,73 triliun untuk perbaikan kualitas lingkungan hidup.

"Menjadi komitmen pemerintah, kalau dikatakan APBN tidak pro green, dari pandangan kami APBN juga pro green, pro terhadap ekologi," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]



(wel/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER