Kementerian Perindustrian menargetkan memangkas nilai impor sebesar Rp3,6 triliun. Itu berarti, angka substitusi impor harus sebesar 35 persen.
Substitusi impor merupakan upaya mengganti barang impor dengan barang produksi dalam negeri. Dampaknya, jumlah produksi di dalam negeri akan lebih meningkat.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rohim upaya untuk melakukan substitusi ini tidak berarti Indonesia menjadi anti impor. Pemerintah tetap terbuka dengan impor dengan syarat bahan baku tak tersedia di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau memang bahan baku tidak ada di dalam negeri, maka impor masih dibolehkan," ucap Abdul dalam Jakarta Food Security Summit-5, Kamis (19/11).
Abdul menargetkan ada tambahan produksi senilai Rp11,26 triliun hingga 2022 nanti. Substitusi ini akan dilakukan di beberapa sektor, khususnya makanan dan minuman (mamin).
Lebih detail, Abdul mencontohkan ada empat jenis bisnis mamin yang akan jadi fokus dalam melakukan substitusi impor.
Empat bisnis mamin itu, antara lain industri pengolahan susu, industri pengolahan buah, industri gula berbasis tebu, dan industri pemurni jagung.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan ada empat strategi agar target substitusi impor 35 persen tercapai pada 2022 nanti.
Strategi tersebut adalah pendalaman struktur industri, kemandirian bahan baku dan pendalaman struktur industri, kemandirian bahan baku dan produksi, serta mengoptimalkan program meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.
Ia bilang pihaknya harus bersinergi dengan pemangku kepentingan lainnya untuk mewujudkan target substitusi impor 35 persen pada dua tahun mendatang. Selain itu, pemerintah juga akan bekerja sama dengan asosiasi industri dalam mengurangi impor.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$3,61 miliar secara bulanan pada Oktober 2020. Realisasi tersebut jauh lebih tinggi dari surplus US$2,44 miliar pada September 2020 dan surplus US$161 juta pada Oktober 2019.
Secara total, neraca perdagangan surplus US$17,07 miliar pada Januari-Oktober 2020. Realisasi ini lebih baik dari defisit US$2,12 miliar pada Januari-Oktober 2019.
Bila dirinci, nilai ekspor pada Oktober 2020 sebesar US$14,39 miliar atau naik 3,09 persen dari US$13,96 miliar pada September 2020. Sementara, nilai impor mencapai US$10,77 miliar atau turun 6,79 persen dari US$11,57 miliar pada bulan sebelumnya.