Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memaparkan dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang tengah dibahas kementeriannya.
Salah satunya ,Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tatacara Pengawasannya. Nantinya beleid tersebut akan mengatur mengenai Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) risiko di sektor ESDM.
"Sebagai tindak lanjut UU Cipta Kerja, Kementerian ESDM sedang menyusun NSPK sektor ESDM pada RPP Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tatacara Pengawasan, bersama kementerian dan lembaga (K/L) lain," ujar Arifin dalam di Komisi VII DPR RI, Senin (23/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arifin juga menjelaskan NSPK tersebut disusun meliputi 4 subsektor ESDM yaitu minyak dan gas (migas), mineral dan batu bara (minerba), ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
Nantinya, NSPK mengatur beberapa materi muatan seperti pemohon perizinan berusaha, kegiatan dan jenis usaha, kewajiban, prosedur atau tata cara, pengawasan dan pengenaan sanksi. "Intinya, kami ingin memperbaiki agar izin-izin ini lebih simpel dan memudahkan bagi pengusaha," imbuhnya.
Selanjutnya, RPP kedua yang tengah dibahas berisi tentang Pelaksana UU Ciptaker Sektor ESDM. Isinya adalah pengaturan empat subsektor yakni mineral dan batu bara, ketenagalistrikan serta energi baru dan terbarukan (EBTKE).
Menurut Arifin, beberapa ketentuan yang akan diatur lebih lanjut adalah pembebasan kewajiban membayar royalti bagi para pengusaha tambang batubara. Pasalnya, royalti 0 persen bagi para perusahaan tambang hanya akan berlaku jika para pengusaha tambang tersebut mampu melakukan hilirisasi.
Lebih lanjut, Arifin menjelaskan hilirisasi membutuhkan investasi besar. Karena itu lah pemerintah membebaskan royalti agar para pengusaha yang butuh modal untuk hilirisasi dapat memperolehnya dari kewajiban pembayaran royalti mereka yang dibebaskan.
"Itu kami sudah sepakat untuk meningkatkan penerimaan negara meningkatkan nilai tambah pengolahan batubara dengan pengenaan royalti 0 persen. Ini adalah bagaimana bahan baku bisa kompetitif lalu investasi bisa dilaksanakan lalu bisa tenaga kerja bisa terserap dan memiliki nilai kompetitif," tandas Arifin.