Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menanggapi maraknya kasus gagal bayar oleh lembaga keuangan. Ia mengaku terdapat sejumlah sektor jasa keuangan yang regulasinya tak seketat perbankan, sehingga muncul kasus gagal bayar akibat produk-produk terkait.
"Kita tahu industri keuangan ada yang namanya regulatory arbitrage atau ada sektor yang tidak diregulasi seketat bank dan dia bisa keluarkan produk tanpa pengawasan seketat bank," ujarnya dalam acara Economic Outlook, Selasa (24/11).
Di lain pihak, masyarakat juga cenderung tergiur dengan produk yang menawarkan bunga rendah, namun imbal hasilnya (return) tinggi. Kondisi tersebut jadi peluang terjadinya produk gagal bayar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Wimboh menuturkan kerap terjadi miss-selling atau penjualan produk yang tidak tepat.
Ambil contoh, calon nasabah mengira produk yang ditawarkan oleh jasa keuangan adalah produk bank, sehingga tertarik untuk membeli.
Namun, kenyataannya, sambung dia, produk tersebut adalah asuransi unitlink yang menggabungkan layanan proteksi dengan investasi.
Ia mengatakan nasabah kerap terjebak pada produk tersebut karena pemasarannya dilakukan di kantor cabang bank. Selain itu, pihak pemasaran juga mengiming-imingi imbal hasil tinggi kepada nasabah, yakni lebih dari 10 persen.
"Kadang marketingnya juga pintar, daripada ditarik (tabungannya) lebih baik pindah ke sini, ya mau. Ini adalah unitlink, akhirnya begitu underlying-nya jeblok tidak bisa deliver (kasih) bunga 10 persen, even pokoknya tidak bisa deliver," kata Wimboh.
Karenanya, ia menyatakan OJK tengah memperbaiki ekosistem tersebut. Guna menghindari kejadian serupa, ia menuturkan OJK akan meningkatkan edukasi kepada masyarakat.
Lalu, OJK juga akan mengimplementasikan market conduct, sehingga menghindari miss-selling. Dalam arti, setiap produk yang dikeluarkan oleh lembaga jasa keuangan harus jelas baik dari sisi jenis produk, risiko, cara penjualan, dan sebagainya
"Semua kami lakukan. Apalagi sekarang dengan teknologi, OJK akan melakukan reformasi berkaitan dengan proses bisnis di OJK, semua melakukan pengawasan dengan digital, semua laporan digital bahkan semua produk di-post di website dan komunikasi dengan OJK menggunakan digital," tandasnya.