Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022 akan mengikuti aturan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UMP 2022 juga akan mengikuti aturan turunan dari beleid tersebut.
Ida mengatakan pihaknya kini sedang mempersiapkan aturan turunan dari UU Cipta Kerja bagian ketenagakerjaan. Aturan turunan itu nantinya akan berbentuk peraturan pemerintah (PP).
"Upah minimum 2022 dengan pedoman UU Cipta Kerja yang disiapkan, sedang disusun peraturan pelaksanaannya, jadi 2022 kembali ke UU Cipta Kerja dan aturan turunan," ungkap Ida dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (25/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, Ida menjelaskan penetapan UMP tahun depan belum mengacu pada UU Cipta Kerja. Kebijakan UMP 2021 diputuskan dengan mempertimbangkan kondisi dunia usaha di masa pandemi covid-19.
"UMP 2021 kami keluarkan surat edaran nomor 11 tahun 2020, kami keluarkan setelah diskusi dan melihat kondisi perekonomian Indonesia," terang Ida.
Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus 5,32 persen pada kuartal II 2020. Lalu, Kementerian Ketenagakerjaan juga melihat hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kondisi pelaku usaha.
"Sejalan dengan kajian yang dilakukan bersama Kemenaker bahwa 82,85 persen perusahaan cenderung alami penurunan pendapatan," ucap Ida.
Tak hanya itu, sebagian besar perusahaan bahkan tak mampu membayar gaji sesuai dengan UMP. Artinya, beberapa perusahaan membayarkan gaji pegawai di bawah aturan upah minimum.
"Pelaku usaha mengalami kendala keuangan, terkait pegawai dan operasional," imbuh Ida.
Lihat juga:4 Penyebab BLT Pekerja Rp2,4 Juta Gagal Cair |
Sejauh ini, Ida menyatakan 27 provinsi menetapkan UMP 2021 sama seperti tahun ini. Kemudian, enam provinsi menetapkan UMP 2021 lebih tinggi dari 2020 dan satu provinsi belum menetapkan UMP 2021.
"Satu provinsi belum menetapkan UMP 2021, yakni Gorontalo," pungkas Ida.