Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Budi Harto mengaku menghadapi beberapa tantangan dalam mengelola jalan tol Trans Sumatera. Salah satunya, masih sepinya lalu lintas (traffic) di sepanjang ruas jalan.
Hal ini memicu tindak kejahatan. Mau tak mau pihaknya harus menyediakan patroli rutin untuk menjamin keselamatan pengguna jalan.
"Jalan tol ini memang sekarang traffic-nya masih rendah. Dengan traffic yang rendah ini mengundang kejahatan," ujarnya dalam Kompas Talks bertajuk Jalan Tol Trans Sumatera Membawa Peradaban dan Perilaku Baru, dikutip Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga membeberkan fakta kalau banyak truk besar (over dimension over load/ODOL) yang melintas. Keberadaan ODOL tidak hanya mengancam keselamatan pengguna jalan, namun juga merusak jalan tol.
Keadaan ini, menurut dia, tak ideal dengan standar yang disiapkan kala mendesain Trans Sumatera.
Kemudian, hal lain yang dinilai menghambat pembangunan jalan tol adalah persoalan klasik, ketersediaan lahan.
Budi menyebut beberapa daerah mengalami kesulitan karena proses pembebasan tanah yang bertele-tele. Hambatan dalam pembebasan lahan ini berdampak langsung pada kecepatan dan biaya operasi.
"Tapi saya bersyukur banyak kepala daerah, masyarakat yang mendukung pembangunan jalan tol ini, sehingga proses pembebasan lahan jalan tol ini dapat berjalan dengan cepat dan lancar," tambah dia.
Adapun hambatan lain yang menghadang datang dari faktor cuaca. "Timbunan tanah ini akan sangat tidak bisa menerima kandungan air yang cukup tinggi. Oleh karena itu, cuaca hujan sangat mengganggu sekali pembangunan jalan tol ini," jelasnya.
Saat ini, sebagian atau sepanjang 513 kilometer (Km) jalan tol sudah tersambung dengan proyek yang masih dalam pengerjaan sepanjang 614 Km.
Ia menargetkan pekerjaan dapat dirampungkan pada 2022 mendatang. "614 km ini akan kami selesaikan pada 2022. Saya kira akan dimulai juga ruas-ruas yang lain," tutup dia.