Dalam tiga tahun terakhir, makin banyak orang dan entitas bisnis menggunakan sinar matahari sebagai sumber utama energi untuk rumah maupun unit usaha mereka. Kebanyakan menerapkan sistem hybrid; menumpangkan panel surya pada sistem listrik PLN yang tetap dipakai.
Sebagian besar merasakan penghematan biaya listrik setelah hijrah pada pemanfaatan sinar matahari melalui panel surya yang dipasang di atap bangunan.
Beberapa pengalaman mereka yang sudah merasakan perubahan setelah pindah pemanfaatan energi kami kumpulkan dalam artikel berikut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya sudah pakai listrik surya dari 4 tahun lalu, dibantu Pak (Muhammad) Awab yang jadi pelopor listrik surya di desa ini. Untuk rumah sangat sederhana seperti rumah saya yang biasa pakai listrik dengan daya 450watt, saya tidak pakai modal pindah ke listrik surya, wong cuma pakai aki kecil. Itupun bekas.
Tapi karena aki masih bagus bisa tetap dipakai sampai sekarang, alhamdulillah. Ini cukup untuk menghidupkan empat sampai dengan lima lampu tiap malam karena rumah cuma ukuran 7x8 meter.
Kalau aki besar bisa menyalakan lampu, kulkas, sama magic jar untuk masak nasi. Kalau mau setrika, lihat-lihat dulu panas mataharinya. Kalau pas terik itu ideal, karena setrumnya jadi berkurang.
Listrik surya menyala sendiri tiap matahari terbenam sampai matahari terbit, kira-kira 12 jam setiap malam. Mudah-mudahan nanti dapat rezeki biar bisa beli aki yang lebih besar sehingga daya listriknya lebih banyak kalau malam.
Tapi aki kecil saja juga sudah sangat membantu. Dulu saya biasa bayar tagihan listrik Rp90 sd 100 ribu per bulan ke PLN, sekarang bayar antara Rp30 sd 35 ribu saja, ini sudah alhamdulillah sekali. Untuk yang kadang bisa kerja kadang tidak bisa seperti saya, ini sangat membantu.
![]() |
Instalasi panel surya mulai dua tahun lalu karena tarif listrik yang mahal dan pertimbangan tidak ingin menambah polusi lingkungan dan menjaga agar alam Bali tetap bersih.
Untuk instalasi biayanya mencapai Rp320 juta termasuk memasang 2 inverter dan panelnya. Baru-baru ini saya tambah pasang batere untuk back-up senilai Rp60 juta karena listrik PLN kadang padam tanpa sebab sementara tamu yang menginap tetap butuh listrik.
Mulanya dulu saya pasang inventer dan panel untuk daya sebesar 10 KW senilai Rp240 juta tapi kalau sedang musim penghujan; November, Desember, Januari, Februari, sinar matahari akan berkurang sehingga daya sedikit. Jadi perlu tambahan dan inverter baru dengan harapan kami tinggal membayar biaya listrik minimum per bulan Rp1,1 juta untuk 2 villa.
Sebelum memakai panel surya, biasanya tagihan listrik bisa mencapai Rp5 sd 6 juta per bulan. Jelas ada penghematan, juga jelas listrik tenaga surya ini baik untuk Bali. Mestinya ada mekanisme investasi listrik surya untuk skala rumah tangga juga.
Konsumen kami yang terbanyak berasal dari kalangan konsumen listrik dengan beban pembayaran sekitar 3 jutaan per bulan.
Biasanya untuk rumah tangga dengan luasan cukup besar, lengkap dengan kolam renang. Instalasi solar panel memang investasi awalnya bisa puluhan sampai sampai ratusan juta tergantung kapasitas dan fasilitas yang diinginkan, tapi bisa dipakai sampai 20 tahunan lebih.
Dengan biaya maintenance hanya 50 ribu sebulan, irit sekali, di saat Tarif Dasar listrik naik terus. Jadi, besar di awal tapi murah dalam prosesnya selama lebih dari dua dekade.
Yang paling sulit dalam sosialisasi listrik dari panel surya bukan soal investasinya yang mungkin masih dianggap mahal, tapi justru soal pengubahan mindset. Bahwa konsumsi energi bersih ini punya dampak signifikan untuk ekonomi, untuk lingkungan, karena dia bersih dan teknologinya makin lama akan makin murah.
Untuk mempermudah konversi ke listrik atap, kami menyediakan program cicilan bekerja sama dengan bank dan pengembang perumahan dengan beli rumah langsung sudah dapat panel surya sekaligus. Proyek seperti ini sudah jalan di Sukabumi targetnya untuk 1200 rumah.
![]() |
Saat ini harus diakui investasi untuk konversi listrik tenaga surya masih relatif mahal. Karena itu idealnya minimal konsumen listrik surya atap adalah konsumen kelas R3 (pelanggan 2200 watt ke atas). Tergantung luasan atap yang tersedia dan jumlah daya yang diinginkan, rata-rata dengan biaya Rp17 sd 20 juta sudah dapat kapasitas yang cukup untuk melistriki rumah siang hari.
Ini tanpa simpanan daya pada batere, jadi kalau malam hari (atau saat daya listrik surya habis) otomatis kembali ke daya listrik PLN. Ini sudah cukup untuk kegiatan rumah tangga siang hari termasuk mencuci, perkakas dapur, setrika, televisi atau mesin cuci dengan sebisa mungkin daya tidak dipakai berbarengan.
Ini sudah akan mengirit tagihan listrik minimal 20 sd 30% er bulan. Kami tidak selalu menyarankan pasang baterai karena memang belum feasible - masih mahal.
Kami sedang jajaki kerjasama dengan beberapa perusahaan dan BUMN yang berminat sekaligus memasang panel surya untuk 2000 rumah tinggal para pegawainya. Idealnya nanti pasang atap panel surya bisa dicicil sewa equipment-nya pada perusahaan penyedia, seperti leasing mobil saja saat ini. Tapi fasilitas pembiayaan perbankan sekarang belum siap.
Belum ada formula pasti yang bisa dipakai untuk mencoba menghitung pengeluaran listrik sebelum dan sesudah hijrah ke PLTS Atap. Sama-sama daya 2.200 watt konsumsinya bisa berbeda-beda; ada yang jor-joran, ada pula yang hemat.
Untuk kapasitas terpasang 2.200 Watt, maka maksimum konsumsi listrik per hari adalah 2200 watt x 24 jam, jadi 52.800 watt-jam, atau 52,8 kwh per hari.
Bila konsumsi sebanyak itu sehari harus digantikan seluruhnya oleh panel surya atap, maka 52,8 kwh harus dibagi 5 jam peak sun (karena kekuatan radiasi matahari berbeda-beda dalam 24 jam sehari). Di Indonesia, karena peak sun adalah 5 jam, maka "satu hari"-nya panel surya atap kita adalah lima jam (bukan 25 jam). Artinya, untuk menggantikan total kapasitas produksi 52,8 kwh per hari adalah 52,8 kwh / 5 jam = 10.569 watt-peak.
Harga panel surya atap 1 watt-peak beserta pemasangannya adalah sekitar $0.8 per watt-peak. Jadi memasang 10.569 watt-peak membutuhkan biaya $8.448, sekitar Rp 122,5 juta.
Teknologi ini bisa dipergunakan selama 25-30 tahun. Bila sebulan bayar tagihan listrik untuk kapasitas 2.200 watt rata-rata Rp600 ribu-Rp800 ribu maka dalam 25 tahun, tanpa kenaikan tarif dasar listrik sekalipun, tagihan listrik akan mencapai antara Rp180 sd Rp240 juta.
Sementara dengan listrik tenaga surya biaya nyaris konstan Rp122,5 juta dengan maintenance yang sangat rendah.
(vws)