Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) buka suara terkait potensi monopoli jika dua perusahaan aplikasi transportasi daring yakni Gojek dan Grab akan merger atau meleburkan usahanya.
Komisioner KPPU Guntur Saragih tak menampik potensi konsentrasi pasar jika keduanya merger. Pasalnya, tidak ada lagi persaingan di pasar transportasi daring, khususnya untuk kendaraan roda dua.
"Dari sisi konsentrasi pasar, pastinya akan semakin terkonsentrasi. Karena keduanya ada di pasar bersangkutan yang relatif sama," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (4/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, karena belum menerima notifikasi dari aksi merger, ia belum dapat berkomentar lebih mendetil. Notifikasi yang dimaksud Guntur adalah dasar KPPU untuk menilai persaingan usaha sehat terkait merger yang akan dilakukan.
Dalam penilaiannya, KPPU memiliki kewenangan untuk menolak aksi korporasi merger tersebut jika tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Penolakan aksi merger atau akuisisi dilakukan setelah proses penilaian notifikasi. Dalam penilaian, KPPU dapat menyetujui dan menolak aksi korporasi merger/akuisisi," jelasnya.
Untuk diketahui, penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada KPPU selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut.
Isu peleburan antara Grab-Gojek pertama kali dilontarkan oleh CEO SoftBank, Masayoshi Son. Softbank sebagai investor terbesar Grab mengaku mendukung rencana merger kedua perusahaan.
Namun, hingga saat ini kedua perusahaan kompak bungkam. Grab mengatakan isu itu merupakan spekulasi yang beredar di pasar.
"Kami tidak berkomentar mengenai spekulasi yang beredar di pasar," terang juru bicara Grab pada Kamis (3/12).
Sementara itu, pihak Gojek belum menanggapi soal isu merger ini. Lebih lanjut, regulator transportasi di Indonesia, Kementerian Perhubungan mengaku tak terlalu mempermasalahkan isu merger tersebut.
Pasalnya, Kemenhub hanya mengatur regulasi terkait penataan transportasi online mulai dari jumlah hingga tarifnya. Di samping itu, hingga saat ini, ia mengaku tidak mengetahui isu merger tersebut.
"Kemenhub dari sisi regulasi mengatur terkait penggunaan transportasi. Jadi enggak mempermasalahkan bisnis bagaimana," ucap Budi.
Dilaporkan, pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan, sementara eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis gabungan baru di Indonesia dengan merek Gojek.
Diskusi tersebut muncul ketika kedua perusahaan yang bersaing ini merugi di berbagai negara akibat berbagai pembatasan terkait virus Covid-19. Di Indonesia yang merupakan tempat kedua perusahaan bersaing ketat, kedua perusahaan juga merugi.
Nilai valuasi kedua aplikasi 'super platform' ini turun secara substansial di pasar sekunder, di mana saham diperdagangkan secara informal. Saham Grab yang berbasis di Singapura senilai US$14 miliar pada putaran pendanaan terakhirnya di 2019 telah diperdagangkan dengan diskon 25 persen.
Saham Gojek yang bermarkas di Jakarta, senilai hampir US$10 miliar tahun lalu, juga telah dijual dengan diskon besar. Kerugian yang timbul akibat Covid-19 kepada bisnis ride-hailing menekan Grab dan Gojek untuk melakukan merger.