Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menilai Indonesia baru akan menggunakan energi nuklir bila seluruh sumber energi yang ada saat ini sudah mulai habis. Saat ini, Indonesia masih memiliki beberapa opsi energi baru terbarukan, seperti campuran minyak nabati (biofuel).
Hal ini berbeda dengan beberapa negara lain di dunia yang sudah lebih dulu mengembangkan nuklir sebagai salah satu sumber energi baru mereka. Misalnya, Amerika Serikat, Prancis, China, Rusia, hingga Korea Selatan.
"Energi nuklir baru akan ada kalau semua sumber energi yang kita miliki habis," ungkap Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Arifin Rudiyanto di acara Pertamina Energy Webinar 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (8/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, Arifin bilang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) masih fokus pada pengembangan energi baru terbarukan seperti biofuel untuk mengurangi emisi karbon dari energi yang digunakan.
Targetnya, Indonesia bisa mencapai produksi biofuel sekitar 10 KL per tahun pada 2020 dan terus meningkat hingga 43,2 KL per tahun pada 2045.
Kendati begitu, Arifin mengakui kesediaan dan fokus pengembangan energi baru terbarukan saat ini bukan berarti Indonesia tidak perlu melirik energi nuklir. Menurutnya, nuklir akan tetap menjadi opsi energi suatu saat nanti.
Maka dari itu, pengembangan riset hingga instalasi fasilitasnya pun perlu mulai dipikirkan dari saat ini. Apalagi, sebagai salah satu opsi energi baru, Indonesia belum punya pengalaman, sehingga perlu menginisiasinya secara awal.
"Tapi sambil jalan bisa, karena untuk membangun nuklir itu perlu sambil jalan 10-15 tahun, jadi kalau diputuskan sekarang mungkin 10 tahun lagi bisa beroperasi. Jadi sambil kita jalan agar energi lain bisa dikembangkan," jelasnya.
Sebelumnya, Perkumpulan Profesi Nuklir Indonesia (Apronuki) mengusulkan agar tenaga nuklir dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) EBT.
"Perlu ada UU tentang tenaga nuklir yang mencakup 2 aspek, aspek pengawasan dan aspek promosi, ini diharapkan dalam RUU EBT," kata Ketua Apronuki Besar Winarto, beberapa waktu lalu.
Menurut Winarto, hal ini perlu karena sejumlah negara sudah menerapkan hal yang sama. Korea Selatan misalnya, kata dia, memiliki dua aturan terkait keamanan dan lima uu lain terkait dengan promosi.
Winarto menyatakan nuklir memiliki peran penting dalam pengembangan energi di Indonesia. Pasalnya, nuklir mampu mengatasi kebutuhan energi yang masif dan berkelanjutan.
Selain itu, nuklir mampu mengatasi kebutuhan listrik yang stabil serta andal selama 24 jam. Nuklir juga terbukti ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi karbondioksida (CO2).
"Terdapat 450 pembangkit nuklir di dunia yang beroperasi di 30 negara sejak 50 tahun lalu. menyumbang 11 persen kebutuhan listrik dunia tanpa emisi menghasilkan emisi CO2," ucapnya.
Lihat juga:Tarif Listrik Januari-Maret 2021 Tidak Naik |