Kemenko Perekonomian menyebut mayoritas pelaku usaha sagu hingga saat ini masih berjuang untuk balik modal. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Machmud mengatakan sebagian besar pebisnis sagu masih berjuang mencapai imbal hasil yang memadai.
Maka itu katanya, tak mengherankan meski potensi di sektor terkait cukup besar, namun hingga sekarang tercatat baru ada 3 pabrik sagu modern berskala besar yang bisa berkembang di Indonesia. Ketiganya adalah PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ), PT National Sago Prima, dan pabrik sagu dari Perum Perhutani.
"Sebagian besar pelaku usaha masih berjuang menghadapi tantangan agar dapat mencapai imbal hasil yang memadai, terutama dalam pengembalian modal," katanya webinar pekan sagu nusantara secara daring, Kamis (10/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:BUMN China Gagal Bayar Utang Rp564 Triliun |
Ia mengatakan salah satu penyebab daya saing industri sagu susah meningkat adalah kondisi infrastruktur yang tak memadai. Khususnya, di Indonesia Timur atau tempat di mana mayoritas lahan sagu berada.
Karena sebagian besar wilayah hutan sagu berada di daerah yang sulit diakses baik melalui darat maupun laut, biaya logistik sagu lebih dari 30 persen dari biaya produksi.
Karena itulah, meski memiliki total 5,5 juta hektare (Ha) lahan sagu, namun baru 314 ribu Ha lahan saja yang dioptimalkan. Artinya, baru sekitar 5 persen lahan sagu yang ditanami.
Lebih lanjut, Musdalifah menyatakan bahwa Kementerian PUPR mendukung dan akan membangun infrastruktur untuk pengembangan kawasan produksi sagu melalui fasilitasi pembangunan akses jalan produksi, pelabuhan, dan sarana logistik.
"Salah satu upaya peningkatan di beberapa titik sentral produksi sagu, perlu dilakukan strategi pengembangan menggunakan teknologi yang lebih efisien dan efektif," pungkasnya.
(wel/agt)