Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle kabinet sejumlah menteri ekonomi di Kabinet Indonesia Maju. Perombakan setidaknya melibatkan empat menteri ekonomi yang 'didepak' dari jajaran kabinetnya.
Empat eks menteri itu adalah Agus Suparmanto sebagai eks Menteri Perdagangan, Edhy Prabowo sebagai eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Wishnutama sebagai eks Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Juliari Batubara dari kursi Menteri Sosial.
Lantas, bagaimana kinerja mereka selama berada di Kabinet Indonesia Maju:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Agus Suparmanto
Jika dilihat dari kinerja neraca perdagangan, nilainya terlihat membaik sejak Januari 2020. Pada Januari 2020 neraca perdagangan defisit sebesar US$640 juta dan November 2020 surplus US$2,61 miliar. Hal ini seiring dengan kenaikan ekspor beberapa waktu terakhir.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor November 2020 naik 9,54 persen dari US$13,94 miliar menjadi US$15,28 miliar.
Di sisi lain, impor turun 17,46 persen pada November 2020. Walhasil, total impornya cuma US$12,66 miliar dari sebelumnya US$15,34 miliar.
Jika dilihat sekilas, kinerja neraca dagang memang bagus karena nilai ekspor lebih besar ketimbang impor. Namun, penurunan impor terjadi cukup signifikan pada bahan baku/penolong sebesar 20 persen menjadi US$8,93 miliar.
Biasanya, jika impor bahan baku turun, industri manufaktur di Indonesia sedang tidak bergeliat.
Secara keseluruhan, penurunan impor terjadi pada komoditas bahan kimia anorganik, buah-buahan, binatang hidup, bahan bakar mineral, serta gula dan kembang gula.
Harga pangan juga terlihat sempat naik. Bahkan, kenaikan masih terjadi jelang Natal dan Tahun Baru.
Beberapa komoditas yang harganya naik, antara lain cabai merah keriting sebesar Rp2.650 menjadi Rp56.200 per kg, minyak goreng kemasan bermerk 1 naik Rp50 menjadi Rp15.100, dan bawang putih ukuran sedang naik Rp100 menjadi Rp28.550 per kg.
2. Edhy Prabowo
Edhy mengundurkan diri sebagai Menteri KKP setelah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat dugaan korupsi terkait ekspor benih lobster.
Kebijakan ekspor tersebut kembali dibuka oleh Edhy setelah sempat ditutup oleh pendahulunya, Susi Pudjiastuti.
Pencabutan itu tertuang dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Setelah Edhy membuka lagi izin ekspornya, aktivitas ekspor benih lobster langsung naik. Catatan BPS menunjukkan nilai ekspor benih lobster (kode HS 03063110) per Juni 2020 tercatat sebesar US$112 ribu dengan volume 32 kilogram (kg).
Angkanya melonjak pada Juli 2020 menjadi US$3,66 juta dengan volume 1.388 kg. Benih lobster pada periode itu tercatat diekspor ke Vietnam.
Selanjutnya, nilai ekspor ke Vietnam semakin meningkat pada Agustus 2020 menjadi US$6,42 juta dan September 2020 tembus US$15,09 juta. Ekspor benih lobster juga dilakukan ke negara selain Vietnam.
Ke Taiwan misalnya, pada Agustus 2020 lalu tercatat sebesar US$7.000. Lalu, ekspor benih lobster ke Hong Kong pada September 2020 senilai US$60.355.
Jika ditotal, nilai ekspor benih lobster sejak Maret hingga September 2020 sebesar US$25,36 juta. Jumlah benih lobster yang diekspor sebanyak 12.100 kg.
Secara keseluruhan, ekspor perikanan sepanjang Januari-Oktober 2020 belum terlalu bagus. Ekspor perikanan hanya naik 15,92 persen secara tahunan dari US$203,45 juta menjadi US$235,84 juta.
Lalu, ekspor perikanan budaya pada Januari-Oktober 2020 minus 13,23 persen secara tahunan dari US$262,19 juta menjadi US$227,51 juta.