ANALISIS

Alih-alih Untung Malah Buntung, Beli Saham Pakai Utang

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 19 Jan 2021 08:19 WIB
Analis dan pengamat mengingatkan bahaya membeli saham menggunakan utang. Sebab, bukan cuma menjanjikan keuntungan, investasi saham juga punya risiko.
Analis dan pengamat mengingatkan bahaya membeli saham menggunakan utang. Sebab, bukan cuma menjanjikan keuntungan, investasi saham juga punya risiko. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Investasi saham sedang naik daun. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 13 persen investor baru di pasar modal dalam negeri pada 2020, di mana 70 persennya merupakan kalangan muda.

Analis Mega Investama Hans Kwee menilai investasi saham digandrungi karena bantuan teknologi dan digitalisasi. Hal ini membuat akses untuk 'main saham' semakin mudah karena bantuan aplikasi.

"Selain semakin mudah, return-nya juga menjanjikan, IHSG juga sudah mulai pulih," kata Hans kepada CNNIndonesia.com, dikutip Selasa (19/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saham juga semakin akrab di telinga masyarakat karena sosialisasi masif berbagai media sosial. Bahkan, muncul fenomena influencer saham oleh public figure.

Fenomena ini sempat viral beberapa waktu lalu, di mana beberapa pesohor di negeri ini mempromosikan saham-saham emiten tertentu, mulai dari Raffi Ahmad dan Ari Lasso hingga Kaesang Parangep, anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hans mengatakan sosialisasi ini turut menambah kepopuleran saham sebagai instrumen investasi. Apalagi, keuntungan yang dihasilkan tinggi sejalan dengan perbaikan IHSG dan perekonomian nasional.

Tapi, tingginya minat masyarakat untuk mengantongi saham rupanya memunculkan fenomena baru, yaitu beli saham pakai utang. Curhat-curhat para investor yang mencari peruntungan di saham melalui utang pun bertebaran di media sosial Twitter hingga Instagram.

Salah satu nasabah mengaku berutang Rp170 juta di 10 aplikasi pinjaman online (pinjol) untuk main saham. Lalu, membelikan saham PT Aneka Tambang (Persero) Tbk alias Antam.

"Saya habis pinjam online 10 aplikasi dapat Rp170 juta. Saya haka (hajar kanan) Antam tadi langsung 500 lot. Tolong kak," tulis nasabah dengan akun anonim itu.

Nasabah lainnya mengaku menggunakan uang arisan dan uang milik anggota Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk memborong saham perusahaan farmasi, PT Kimia Farma Tbk (KAEF).

"Lho kalau KAEF ARB tidak ada yang beli, gimana ya pak? Karena saya beli saham KAEF menggunakan uang arisan dan uang titipan ibu-ibu PKK. Sekarang di portofolio sudah minus hampir 25 persen. Sebaiknya gimana ya pak solusinya? Bingung juga mau jawab apa kalau ditanya pak," ungkap nasabah tersebut.

[Gambas:Video CNN]

Nasabah lainnya mengaku menggadaikan tanah dan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) mobil untuk membeli saham PT Itama Ranoraya Tbk. "Saya nyangkut IRRA. Mana sudah gadai tanah sama BPKB mobil," katanya.

Hans mengatakan fenomena ini sebenarnya sudah terjadi sejak dulu, hanya saja kembali viral seiring populernya investasi saham. Menurutnya, dari dulu sebenarnya ada saja investor-investor yang mengandalkan utang untuk investasi saham atau dikenal dengan istilah mengandalkan margin.

Jadi, investor mencari celah keuntungan selisih return yang bisa didapat dari saham setelah dikurangi beban bunga utang. Misalnya, investor mengambil utang dengan bunga 5 persen, lalu menginvestasikan ke saham dan dapat keuntungan 15 persen, maka margin selisih itu yang bisa dikantongi.

Masalahnya, Hans menekankan bahwa saham adalah instrumen investasi yang berisiko tinggi. Begitu pula dengan utang yang merupakan sumber dana dengan risiko tinggi. Artinya, saat investor mengambil utang dan bermain saham, maka ia memiliki risiko ganda (double).

"Apa ini cocok? Tidak, karena investasi saham jangka panjang, sementara di jangka pendek ada beban bayar pokok utang dan bunga utang, ini bisa jadi masalah. Apalagi, kalau setelah sekian lama saat utang sudah jatuh tempo, ternyata return dari investasinya tidak masuk, tidak besar, bahkan minus, tambah bahaya," katanya.

Hans mengatakan ketika bermain dengan risiko ganda, hal ini bisa berdampak buruk bagi psikologi investor. Yang tak kalah membahayakan adalah konsentrasi investasi dan membaca peluang jadi pecah. Padahal, investasi saham butuh ketelitian serta kesabaran.

Bila ingin memaksimalkan utang yang sudah terlanjur ditarik, ia melihat seseorang harus menjadi trader, bukan investor. Trader merupakan pihak yang mengantongi saham untuk jangka pendek.

Sistemnya, beli saat harga murah dan langsung jual ketika sudah naik harga sahamnya. "Kalau mau pakai utang untuk investasi, trading saham karena jangka pendek, sehingga bisa lebih mudah memperkirakan return sahamnya, tapi ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah mahir, paham seluk beluknya," tuturnya.

Di luar itu semua, Hans menekankan investasi sejatinya merupakan langkah menumbuhkan aset yang dimiliki dengan dana menganggur. Maka ada baiknya, modal berasal dari tabungan, gaji yang disisihkan, dan lainnya. Bukan utang.

"Filosofi investasi adalah memaksimalkan dana menganggur, tidak ada justru yang malah tarik utang untuk ini," imbuhnya.

Hans pun menyarankan bila ada masyarakat yang ingin sekali berinvestasi, tapi belum punya dana menganggur, maka sebaiknya tunda dulu keinginan investasinya. Lebih baik kumpulkan dulu modalnya, sisihkan dari gaji per bulan perlahan, baru investasi.

"Cara lain ya investasi dengan dana kecil atau sesuai kemampuan, sekarang Rp100 ribu sebenarnya juga bisa kok untuk investasi, jadi jangan dipaksakan di luar kemampuan. Jangan sampai niat untung justru jadi buntung," katanya.

Senada, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam juga tidak membenarkan investasi saham dengan utang. Meskipun, menurutnya, investor yang menggunakan utang untuk investasi saham umumnya seseorang yang bisa mengkalkulasi risiko dan peluang.

"Dengan kata lain, yang bersangkutan seharusnya adalah mereka yangg well educated atau Llierasi keuangannya cukup tinggi. Setidaknya, dia bisa berhitung bahwa tingkat keuntungan di pasar modal jauh lebih tinggi dibandingkan biaya bunga utang," ucap Piter.

Masalahnya ketika yang berutang dan menginvestasikan dananya ke saham ternyata kurang mahir mengelolanya, hal ini bukan suatu acuan bahwa investasi saham jadi perlu diatur dengan rambu-rambu yang lebih ketat. Khususnya soal boleh atau tidak investor menggunakan dana dari utang untuk 'main saham'.

"Karena itu hak investor. Kalaupun dilarang, akan sulit untuk menegakkannya. Sulit untuk membuktikan bahwa dana yang digunakan bukan dari utang," terang dia.

Yang saat ini dibutuhkan, sosialisasi dan edukasi kencang ke masyarakat. Sebab, di sisi lain, kemudahan berinvestasi saham memang tetap perlu diberikan ke masyarakat agar pasar keuangan tidak serta merta bergantung pada dana asing, tapi domestik.

Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi memandang fenomena beli saham pakai utang tentu hal yang tidak baik. Selain berpotensi memberikan keuntungan yang baik, masih ada juga risiko kerugian.

"Sehingga kami mengingatkan untuk tidak menggunakan dana yang bersumber dari pinjaman atau utang, atau dana yang diperlukan untuk kebutuhan sehari hari, atau dana untuk kebutuhan darurat, atau dana kebutuhan jangka pendek lainnya," kata Fawzi.

Menurutnya, investor jangan terlalu percaya diri dan buru-buru berorientasi mengejar keuntungan dari saham secara besar dan instan. Investor harus mampu melihat risiko-risiko yang bisa muncul sejak belum mengantongi saham.

"Menggunakan sumber dana dari utang akan semakin meningkatkan risiko investasi karena ada keterbatasan waktu yang relatif pendek untuk segera mengembalikan dana pinjamannya dengan tingkat bunga tertentu. Hal ini akan semakin membatasi pilihan dan strategi investasinya dan dapat mempengaruhi aspek psikologis para investor," jelasnya.

Kendati begitu, fenomena ini tak bisa membuat BEI menerbitkan regulasi khusus soal sumber dana investasi saham dan aturan yang saat ini berlaku pun tidak pernah mengatur.

"Dari sisi regulasinya, tidak diatur secara khusus, asalkan sumber dana tersebut legal dan sah untuk digunakan oleh investor yang bersangkutan," tuturnya.

Ke depan, Fawzi mengatakan BEI hanya bisa memberikan edukasi dan sosialisasi yang lebih masif kepada masyarakat soal plus minus investasi saham. "Baik melalui kegiatan sekolah pasar modal, webinar, workshop, dan melalui media sosial BEI," pungkasnya.

(bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER