Tagihan listrik seorang pelanggan PLN di Tangerang, Banten, yang mencapai Rp68 juta viral di media sosial twitter beberapa waktu lalu.
Itu terjadi setelah pelanggan itu menumpahkan kekesalannya lewat akun twitter @melanieppuchino karena merasa "dizalimi" PLN. Pasalnya, sebelum tagihan Rp68 juta terjadi, tiap bulan ia biasanya hanya membayar listrik Rp500 ribu-700 ribu.
SRM General Affairs PLN UID Jakarta Raya Emir Muhaimin mengatakan tagihan Rp68 juta tersebut disebabkan temuan kawat jumper pada kWh meter pelanggan. Kawat mempengaruhi pengukuran pemakaian tenaga listrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adanya temuan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik) sehingga dikenakan sanksi berupa Tagihan Susulan (TS) sebesar Rp68.051.521.
"Dasar penetapan TS itu sendiri adalah Keputusan Direksi PT PLN (Persero) tentang P2TL yang disahkan oleh Keputusan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM No. 304 K/20/DJL.3/2016," ucapnya.
Lantas bagaimana ketentuan pengenaan sanksi terhadap pelanggaran P2TL tersebut?
Perlu dicatat Keputusan Direksi PLN yang jadi dasar pengenaan denda P2TL sendiri telah beberapa kali diubah. Namun jika mengacu ke Keputusan Dirjen Ketenagalistrikan No. 304 K/20/DJL.3/2016, Keputusan Direksi PLN yang digunakan bernomor 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik.
Merujuk pada aturan tersebut, pengenaan sanksi kepada konsumen mengacu pada Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi:
"Pelanggan yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dikenakan sanksi berupa:
a. Pemutusan sementara
b. Pembongkaran rampung
c. Pembayaran tagihan susulan
d. Pembayaran biaya P2TL Lainnya
Dalam Pasal 13, pelanggaran P2TL dikategorikan ke dalam empat golongan.
Golongan I (PI) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya. Golongan II (PII) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi.
Golongan III (PIII) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan pengukuran energi. Golongan IV (PIV) merupakan pelanggaran yang dilakukan bukan oleh pelanggan.
Sementara itu, terkait dengan pengenaan sanksi tagihan susulan yang dikenakan kepada konsumen, dasar penghitungannya tertuang dalam Pasal 21.
Meski demikian formula penghitungan tagihan susulan tersebut berbeda-beda bergantung golongan pelanggaran.
Misalnya, untuk pelanggaran golongan II seperti yang dikenakan kepada @melanieppuchino, penghitungannya sebagai berikut:
"Pelanggaran Golongan II (P2): TS2 = 9 X 720 jam X Daya Tersambung X 0,85 X harga per kWh yang tertinggi pada golongan tarif pelanggan sesuai Tarif Tenaga Listrik."
Meski demikian, ditegaskan pula bahwa penghitungan dilakukan secara otomatis dan tersistem melalui Aplikasi Pelayanan Pelanggan Terpusat (AP2T) yang ada di kantor-kantor unit PLN.
Dengan kata lain, jumlah tagihan susulan tidak dihitung secara manual oleh petugas PLN yang melakukan pemeriksaan di lokasi pelanggan.
General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya Doddy B Pangaribuan menjelaskan P2TL merupakan rangkaian kegiatan perencanaan, pemeriksaan, tindakan dan penyelesaian yang dilakukan oleh PLN dengan tujuan utama yaitu menghindari bahaya listrik bagi masyarakat.
Menurutnya, pemeriksaan perlu dilakukan secara rutin sebab permasalahan kelistrikan kerap terjadi pada saat transaksi jual beli rumah.
"Bisa berupa tunggakan pembayaran tagihan bulanan, instalasi listrik yang tidak memiliki Standar Laik Operasi (SLO) dan kondisi kWh meter yang tidak normal," ucapnya.
Karena itu, Doddy memberikan beberapa tips kepada pelanggan sebelum membeli atau menyewa rumah.
Pertama, memastikan instalasi listrik di rumah tidak ada masalah dan memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO).
"Pemeriksaan instalasi listrik di dalam rumah dilakukan oleh Lembaga Inspeksi Teknik (LIT)," ucapnya.
Kedua, pastikan kWh Meter yang terpasang segelnya masih dalam kondisi baik dan berfungsi sebagaimana mestinya. Ketiga, cek tagihan rekening listriknya apakah sudah terbayar lunas sampai bulan terakhir sebelum akad jual beli atau sewa menyewa.
"Keempat, pastikan juga listrik yang mengalir ke rumah adalah listrik yang legal agar terhindar dari bahaya kelistrikan," imbuhnya.
Doddy juga menyebutkan pemeriksaan kelistrikan baiknya dilakukan sebelum ada akad jual beli atau sewa menyewa rumah. Hal ini diperlukan agar permasalahan seputar kelistrikan bisa diketahui sejak awal dan bisa diselesaikan dengan baik.
"Pembeli atau penyewa seringkali tidak tahu bahwa kWh meter telah diutak-atik. Setelah diperiksa dan ditemukan bahwa ada permasalahan, penyewa dan pembeli yang dirugikan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dulu sebelum bertransaksi," pungkas Doddy.
(hrf/agt)