Menteri BUMN Erick Thohir mengungkap alasan lebih memprioritaskan pengadaan vaksin corona (covid-19) dari perusahaan China ketimbang negara lain. Menurut Erick, respons dari negeri tirai bambu paling cepat dibandingkan negara lain.
"Sejak awal kami mengontak para pembuat vaksin di negara Eropa dan Amerika, tapi respons-nya sangat rendah. Itu ada bukti black and white-nya yang kami bisa paparkan," imbuh Erick saat rapat bersama Komisi VI DPR di Gedung DPR/MPR, Rabu (20/1).
Sementara China, sambungnya, justru memberi respons yang cepat. Begitu pula dengan Uni Emirat Arab (UEA), sehingga pemerintah bergerak cepat menjalin kerja sama pengadaan vaksin dari sana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erick juga mengatakan kerja sama pengadaan vaksin corona dengan China juga dilandasi oleh baiknya hubungan perdagangan dan investasi yang sudah terjalin antara kedua negara. Hubungan kerja sama yang baik juga ada di UEA.
Terbukti, ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi UEA pada November 2020, pemerintah negara tersebut sangat terbuka dan menyambut.
"BUMN kita bertemu dengan BUMN China, bertemu juga dengan BUMD yang ada di UEA, kami juga ketemu swasta-swasta di China dan UEA. Dari penjajakan itu lah kami tugaskan Bio Farma untuk melakukan penjajakan vaksin," terangnya.
Dari penjajakan itu, akhirnya Bio Farma dari Indonesia dan Sinovac dari China sepakat menjalin kerja sama pengadaan vaksin lewat impor. Sinovac mengekspor vaksin dalam tiga tahap ke tanah air.
Pertama, sebanyak 1,2 juta dosis vaksin jadi pada 6 Desember 2020. Kedua, sebanyak 1,8 juta dosis vaksin jadi pada 31 Desember 2020.
Ketiga, sebanyak 15 juta vaksin dalam bentuk bahan baku alias bulk pada 12 Januari 2021 lalu. Vaksin dalam bentuk jadi langsung didistribusikan untuk keperluan di pusat dan daerah.
Sementara, vaksin dalam bentuk bahan baku dialirkan ke Bio Farma untuk diolah menjadi vaksin jadi. Targetnya, 15 juta vaksin berbentuk bahan baku akan disulap menjadi 12 juta dosis vaksin siap pakai pada Februari 2021.
Pemerintah sendiri sudah memulai program vaksinasi covid-19 nasional. Hal ini ditandai dengan penyuntikan vaksin perdana ke Jokowi pada Rabu (13/1).
Vaksin Merah Putih
Di sisi lain, Erick memastikan masih terus memantau perkembangan pengadaan vaksin covid-19 Merah Putih yang secara penuh diproses di dalam negeri.
Ia menekankan vaksin yang secara mandiri dibuat di dalam negeri sangat perlu agar anggaran pengadaan vaksin corona tidak banyak terbuang ke luar negeri karena pemerintah mengimpor vaksin jadi dan bahan baku dari negara lain.
"Karena kita tahu, hampir Rp70 triliun uang kita dibelanjakan untuk vaksin, jadi sayang sekali Rp70 triliun itu harus mengalir terus ke luar negeri, sehingga vaksin Merah Putiih in perlu sangat serius diadakan," tuturnya.
Erick mengatakan saat ini sudah meminta Bio Farma agar terus memantau perkembangan vaksin Merah Putih itu.
Termasuk juga hasil penelitian masing-masing universitas yang bekerja sama dengan pemerintah, mulai dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Padjadjaran (Unpad), sampai Universitas Indonesia (UI).
"UGM dan Unpad ini memakai sistem protein rekombinan, ini lebih meningkat dari sistem yang hanya mematikan virus untuk dibuat vaksin. UI ini lebih tinggi, dia pakai MrNa, seperti Pfizer. Jadi alhamdulillah, kami dukung agar punya teknologi seperti itu," katanya.
Erick berharapk vaksin Merah Putih bisa diproduksi pada 2022-2023. Dengan begitu, Indonesia tidak terlalu lama bergantung dengan vaksin dari luar negeri.