Berkantor di Bali, Pengamat Minta Sandi 'Main' Lebih Jauh

CNN Indonesia
Jumat, 29 Jan 2021 16:26 WIB
Aksi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno berkantor di Bali dinilai menjadi gebrakan menciptakan image positif di sektor pariwisata.
Aksi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno berkantor di Bali dinilai menjadi gebrakan menciptakan image positif di sektor pariwisata. (Dok. Kemenparekraf)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat Pariwisata Asnawi Bahar menilai langkah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mulai berkantor di Bali merupakan sebuah 'gebrakan' untuk menciptakan image positif di sektor pariwisata.

Meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin mengembangkan lima destinasi super prioritas, namun tak dapat dipungkiri hingga saat ini Bali masih menjadi sentra atau hub pariwisata terbesar Indonesia.

Asnawi menyebut Sandi ingin memupuk kepercayaan masyarakat sekaligus mendekatkan diri dengan para pelaku usaha pariwisata di Bali. Sandi ingin memberi pesan bahwa sang Menteri hadir dalam ketidakberdayaan mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, itu saja tidak cukup. Bukan satu-satunya hub wisata yang ada di RI, Asnawi mengatakan Sandi harus mendatangi hub besar lainnya seperti Batam, Jawa Barat, Yogyakarta, dan daerah pariwisata lainnya.

"Saya berharap Pak Sandi melakukan gebrakan yang revolusioner. Misalnya kalau sudah berkantor di Bali, harus berlari kencang dan harus bekerja sama dengan Pemda setempat," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (29/1).

Di era covid-19, meyakinkan masyarakat untuk kembali berwisata bukan hal yang mudah. Apalagi, di tengah terus menanjaknya angka positif. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menumbuhkan rasa percaya bahwa berwisata adalah kegiatan yang aman dan sehat.

Dia menyebut ini tidak bisa dilakukan jika tak ada pemantauan ketat dalam standard operation procedure atau SOP di lapangan. Pelanggaran, lanjutnya, pasti ada saja dan tugas pemerintah adalah memastikan pelaku usaha yang tidak ketat dalam menjalankan protokol kesehatan mendapat teguran.

Asnawi mengusulkan agar pemerintah bekerja sama dengan Pemda untuk memasang CCTV guna memonitor praktek pelaku usaha di lapangan. Dia optimis langkah ini akan mampu menggairahkan minat wisata.

"Seperti di Jawa Barat juga mulai dilakukan, sehingga menimbulkan image positif sehingga turis khususnya domestik akan bergairah untuk datang," imbuhnya.

Dia mengaku mendukung program vaksin afirmasi yang memprioritaskan Bali untuk alokasi vaksin covid-19. Dia menilai ini juga akan memupuk kepercayaan masyarakat akan keamanan dalam berwisata.

Sayangnya, tak semua program yang digulirkan efektif. Asnawi mencontohkan program soft loan yang sebetulnya memiliki peran penting menolong pelaku usaha. Namun ia menyebut tak jarang terjadi eksekusi yang bukan merelaksasi tapi menyusahkan.

Alih-alih memberi pengusaha 'napas', ia menyebut banyak pengusaha yang mendapat proposalnya ditolak karena dianggap kelompok unbankable atau tidak mampu. Karena itu, ia menyarankan Sandi untuk mengecek implementasi di lapangan dari program yang digulirkan.

"Pemerintah memberikan alokasi dana ke perbankan tapi kok perbankan menganggap pengusaha 'tidak mampu', sehingga saat mereka mengajukan proposal penambahan kredit dianggap tidak layak atau tidak bankable," imbuhnya.

Agar mampu mengembangkan Bali baru, dia menilai Kemenparekraf harus membuat tourism board atau badan pusat promosi. Dari kacamatanya, kegagalan dalam membentuk hub pariwisata di luar Pulau Dewata disebabkan oleh ketertinggalan dan pengelolaannya yang tidak profesional, bukan rendahnya potensi dari daerah tersebut.

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata (ICPI) Azril Azahari sepakat kalau Sandi tak boleh berhenti melangkah hanya di Bali. Meski langkah awal sudah tepat, namun Azril menyebut Sandi harus 'main' lebih jauh. Tak usah ke semua daerah tapi ke perwakilan saja yang bisa memberikan gambaran bahwa wisata RI bukan di Bali saja.

Kalau Bali terus yang dijadikan fokus, ia menyebut Sandi tidak akan melihat potensi yang ada dari keunikan daerah lain yang dapat dikembangkan.

Lebih lanjut, ia berpesan agar Sandi tak salah kaprah dengan acuan pariwisata yakni 3A, attraction, amenities, dan access. Khusus untuk attraction, ia mengingatkan untuk tak menerjemahkannya sebagai atraksi yang terbatas hanya pertunjukan dan tontonan.

Azril menyebut pemerintah harus bisa menerjemahkan atraksi sebagai daya tarik dari keunikan dan originalitas masing-masing destinasi. Dia mencontohkan atraksi bisa berupa kuliner atau budaya.

Dari pengamatannya, Azril menemukan kelemahan pariwisata Indonesia ada pada pengemasan produk dan jasa yang ditawarkan. Tak seperti jiran Thailand atau Malaysia yang fokus memberikan pengalaman yang memuaskan, ia menyebut Indonesia hanya fokus di pemasarannya saja.

Selain itu, ia menilai pemerintah kerap membuat program atau perencanaan yang tidak disertai dengan kebutuhan dan ketersediaan di lapangan. Misalnya saja pemerintah acap menggaungkan pembangunan destinasi baru tapi menurut Azril rencana tidak diikuti dengan kesiapan tenaga kerja di sektor pariwisata yang notabene harus memiliki skill hospitality.

"Perencanaan tenaga kerja tidak ada sampai detik ini, kita membangun sebuah destinasi tapi kita enggak tahu kebutuhan dan dan ketersediaannya dari tenaga kerja di sektor pariwisata," katanya.

Dia juga mengingatkan Sandi untuk mengkaji program yang diberikan agar terarah dan tujuannya tepat sasaran. Contohnya, ia menyebut dibandingkan memberikan dana hibah, stimulus bisa disalurkan lewat pembebasan biaya listrik bagi pelaku usaha.

"Harusnya ada kajian lebih mendalam lagi, supaya tepat sasaran. Jadi bukan berupa uang tapi dibebaskan sesuatu, kalau uang kan bisa dipakai untuk yang lain," pungkasnya.

Sebelumnya, demi melihat, mendengar, dan merasakan langsung keluhan pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali, Sandiaga memilih hijran berkantor ke Bali dibanding Jakarta. Ia resmi bertolak ke kantor barunya di Pulau Dewata pada pagi hari ini, Kamis (28/1).

Diketahui, pandemi covid-19 menggerus industri pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali. Padahal, Bali mengandalkan pariwisata sebagai pendapatan daerahnya.

Berdasarkan pantauan Sandi, sejumlah kawasan pantai terlihat sepi wisatawan. Begitu pula dengan kawasan pertokoan. Kondisi ini kontras sebelum pandemi covid-19 merebak. Bali, dinilai selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara.

"Pandemi corona ini benar-benar menggerus pariwisata di Bali. Sebanyak 80 persen masyarakat yang bergantung hidup pada sektor parekraf terdampak langsung. Ini yang harus kami perjuangkan," ungkap Sandi, dalam keterangan resmi.

[Gambas:Video CNN]



(wel/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER