Penjual Pulsa Khawatir 'Tercekik' Pajak Penghasilan

CNN Indonesia
Sabtu, 30 Jan 2021 15:57 WIB
Sejumlah penjual pulsa ponsel khawatir pendapatan mereka semakin tergerus terkait rencana penerapan pajak pulsa.
Ilustrasi lokasi penjualan ponsel dan pulsa di ITC Kuningan, Jakarta. (CNN Indonesia/Jonathan Patrick)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Keuangan per 1 Februari 2021 mendatang akan memungut Pajak Penghasilan (PPh) penjual pulsa dan kartu perdana atau konter pulsa.

Pungutan PPh Pasal 22 yang dipungut sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya.

Buyong, pemilik konter pulsa dan token listrik di daerah Ciracas, Jakarta Timur, menghela napas berat ketika mendengar kabar tersebut. Ia membayangkan akan kian seretnya pendapatan yang didapat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasalnya, sejak pandemi menyerang pelanggan kian sepi. Dia mengaku kehilangan sekitar 50 persen dari pendapatan normal sejak pertengahan 2020.

"Itu lah... akan sangat memberatkan. Akhir-akhir ini sepi juga. Sejak pandemi pendapatan turun 50 persen," katanya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (30/1).

Buyong berharap pemerintah tidak menambah beban wong cilik sepertinya yang harus berjualan 7 hari seminggu untuk menyambung hidup. Ia menyebut hanya meraup untung sebesar Rp1.700 per transaksi.

"Harapannya ya dibatalin aja lah, kenaikan untuk pulsa dan token listrik. Masyarakat sudah berat dan tambah berat lagi," ujar dia.

Senada, Asep, distributor pulsa kartu perdana di Tanggamus, Lampung, menyayangkan keputusan pemerintah memungut pajak pulsa di tengah pandemi.

Dia mengatakan, per transaksi hanya meraup Rp1.500. Itu pun omzet turun 10 persen akibat pandemi. Dalam sehari omzetnya kini berkisar antara Rp1 juta-Rp2 juta.

Karena itu, ia meminta pengertian pemerintah dengan menunda pemungutan pajak hingga ekonomi kembali pulih dan daya beli masyarakat membalik.

"Tentunya memberatkan karena untungnya minim, paling besar Rp1.500 per transaksi. Kalau bisa jangan ada kenaikan dulu," pintanya.

Pemungutan PPh Pasal 22 resmi diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani lewat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021.

Dalam PMK itu dijelaskan akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) penjual pulsa dan kartu perdana alias konter pulsa.

"Atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh Pasal 22," bunyi Pasal 18 Ayat 1 aturan itu, bunyi beleid seperti dikutip.

Pemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya. Pungutan PPh juga dilakukan sebesar 0,5 persen dari harga jual, atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.

"Dalam hal wajib pajak (WP) yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pemungutan lebih tinggi 100 persen dari tarif tersebut," bunyi aturan itu.

Namun, pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi WP yang dipungut. PPh Pasal 22 itu menjadi terutang pada saat diterimanya pembayaran, termasuk penerimaan deposit, oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua.

Pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas pembayaran oleh penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang jumlahnya paling banyak Rp2 juta tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2 juta.

Pemungutan juga tidak dilakukan atas WP bank dan telah memiliki dan menyerahkan fotokopi surat keterangan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.

(wel/ayp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER