Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sempat mengendus 'kejanggalan' dari kontrak impor gas alas cair (liquified natural gas/LNG) asal Republik Mozambik yang diteken pada 2019 lalu.
Terkait hal itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memberikan penjelasan kepada Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Dengar Pendapat yang digelar Selasa (9/2) kemarin.
Dalam paparan Nicke, LNG Mozambique merupakan salah satu upaya Pertamina untuk memenuhi target onstream proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan pembangunan kilang baru (Grass Root Refinery/GRR) perseroan yang merupakan Proyek Strategis Nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Daftar 14 Proyek Pertamina yang Masuk PSN |
Negosiasi kontrak tersebut diawali pada 2013, di mana Pertamina dan Mozambique LNG1 Company Pte. Ltd mulai melakukan pembicaraan terkait potensi suplai LNG.
Kemudian, pada 8 Agustus 2014, kedua belah pihak menandatangani Head of Agreement( (HoA) dengan volume 1 MTPA selama 20 tahun dengan harga DES 13,5 persen JCC.
Pada 2017, kedua belah pihak mulai melakukan pembicaraan untuk melakukan addendum perjanjian jual beli (Sales Purchase Agreement/SPA) karena perubahan kondisi pasar.
Selang setahun, finalisasi SPA dilakukan. Lalu pada 2019, Pertamina dan AnadarkoPetroleum Corporation menandatangani SPA tersebut. Sebagai catatan, Mozambique LNG1 Company Pte Ltd merupakan entitas penjual gas produksi anak usaha Anadarko, Mozambique Area 1.
"Secara garis besar kontrak 1 juta ton per tahun itu setara 17 kargo selama 20 tahun. Ini mulai dikirim 2025," ucap Nicke.
Mengutip keterangan Total dalam laman resminya, Anadarko telah melepas 26,5 persen porsi hak partisipasi(participating interest/PI) pada Mozambique LNG kepada perusahaan pada September 2019 lalu.
Sehingga porsi kepemilikan Mozambique LNG menjadi Total 26,5 persen, ENG Rovuma Area UM SA 15 persen, Mitsui E&P Mozambique Area1 Ltd. 20 persen, ONGC Videsh Ltd. 10 persen, Beas Rovuma Energy Mozambique Limited 10 persen, BPRL Ventures Mozambique B.V. 10 persen, and PTTEP Mozambique Area 1 Limited 8,5 persen.
Dalam paparan Nicke, Pertamina menyatakan telah melakukan penjajakan dengan beberapa pemasok LNG global seperti Petronas, Qatargas, BP, Total, dan Mozambique. Setelah dilakukan evaluasi, raksasa perusahaan migas pelat merah ini menjatuhkan pilihan pada Mozambique LNG1 dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, harga kontrak Mozambique merupakan harga yang kompetitif untuk kontrak jangka panjang apabila dibandingkan harga recent deals pada periode yang sama, termasuk jika dibandingkan dengan harga kontrak LNG domestik (DES). Selain itu, Pertamina mendapatkan proteksi harga yang kompetitif saat terjadi defisit di pasar LNG Global.
Kedua, fleksibilitas yang menguntungkan Pertamina dalam SPA. Ketiga, jaminan keamanan pasokan jangka panjang bagi perseroan di mana blok Mozambique LNG Area 1 memiliki sumber daya gas recoverable 75 Tcf.
Keempat, Pertamina melihat peluang kerja sama bisnis dalam value chain seperti technical service, investasi kapal, dan participating interest investasi hulu dan infrastruktur.
Nicke menjelaskan kontrak jangka panjang ini menggunakan perhitungan neraca gas 2018. Namun, Pertamina berencana mengkaji ulang negosiasi kontrak impor LNG dari Mozambik tersebut karena neraca gas saat ini berbeda dengan 2018 lalu.
"Dasar perencanaan Pertamina mengacu ke neraca gas nasional karena dilihat ada kekurangan pada 2025 maka dilakukan aksi korporasi," kata Nicke.
Ia juga membantah ada gugatan dari Mozambik terkait kontrak impor LNG tersebut. Menurutnya, kontrak itu belum berjalan, sehingga masih bisa dikaji ulang.
"Gugatan tidak ada karena efektif 2025. Hari ini kami kaji suplai dan permintaan gas keseluruhan karena prinsip hati-hati. Perencanaan suplai gas neracanya kan berbeda pasca covid-19," jelas Nicke.