Mengintip Rugi Garuda Indonesia dari Pesawat Bombardier CRJ

CNN Indonesia
Rabu, 10 Feb 2021 15:40 WIB
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatat rugi sekitar US$210 juta dari operasional belasan pesawat Bombardier yang disewa selama 7 tahun terakhir.
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatat rugi sekitar US$210 juta dari operasional belasan pesawat Bombardier yang disewa selama 7 tahun terakhir. Ilustrasi. (AFP PHOTO/MIKE CLARKE).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri BUMN Erick Thohir mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ 1.000 yang digunakan oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kepada pemberi sewa (lessor) Nordic Aviation Capital (NAC). Pertimbangannya, operasional pesawat tersebut justru merugikan maskapai pelat merah itu.

Pengembalian 12 pesawat tersebut dilakukan sebagai langkah mengakhiri lebih awal (early termination) kontrak sewa pesawat (operating lease) tersebut mulai 1 Februari 2021 lalu, dari perjanjian semula yang jatuh tempo pada 2027 mendatang. Selain merugi, pengadaan pesawat Bombardier pada 2011 lalu juga tersangkut kasus korupsi yang melibatkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.

"Negosiasi kami lakukan tapi tentu negosiasi yang dicuekin atau bertepuk hanya sebelah tangan, ya kami bisa tepuk tangan sendiri. Kami ambil posisi, kami kembalikan," ujar Erick dalam konferensi pers, Selasa (10/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara total, Garuda Indonesia mendatangkan 18 unit pesawat Bombardier sejak 2011 lalu. Pesawat tersebut disewa dengan 2 skema yang berbeda. Pertama, 12 armada disewa menggunakan skema operating lease dari lessor NAC, dengan masa jatuh tempo sewa hingga 2027.

Sedangkan 6 armada lain disewa menggunakan skema financial lease dari penyedia financial lease Export Development Canada (EDC), dengan masa sewa pesawat sampai 2024.

Tak hanya dengan NAC, Kementerian BUMN dan Garuda Indonesia juga tengah melakukan negosiasi dengan EDC untuk proses early payment settlement contract financial lease atau penyelesaian sewa lebih awal untuk 6 pesawat Bombardier lainnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Garuda Indonesia Setiaputra mengungkapkan operasional pesawat Bombardier selama ini justru merugikan perusahaan.

Selama 7 tahun, Irfan mencatat secara total perusahaan rugi hingga US$210 juta, dengan estimasi rata-rata kerugian sebesar lebih dari US$30 juta per tahun. Di sisi lain, perseroan mengeluarkan biaya sewa sebesar US$27 juta setiap tahunnya.

"Jadi, kami sudah keluarkan setiap tahun untuk sewa pesawat US$27 juta untuk 12 pesawat tersebut tapi kami mengalami kerugian lebih dari US$30 juta," katanya.

Menurutnya, penyebab kerugian tersebut terjadi karena pesawat Bombardier tidak sesuai dengan kebutuhan pasar di Indonesia. Imbasnya, perusahaan pelat merah itu justru harus menderita kerugian. Bahkan, Garuda Indonesia bakal merugi apabila terus menerbangkan pesawat buatan Kanada itu.

"Dari tahun ke tahun, kami mengalami kerugian dengan menggunakan pesawat ini, ditambah dengan kondisi covid-19 memaksa kami tidak punya pilihan lain secara profesional untuk menghentikan kontrak ini," ucapnya.

[Gambas:Video CNN]



(ulf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER