Negara-negara ekonomi terbesar di dunia yang tergabung dalam forum G20 berkomitmen menghindari penarikan stimulus ekonomi atau bantuan terlalu dini. Alasannya, pemulihan ekonomi masih dibutuhkan agar berjalan baik di tengah pandemi covid-19.
Komitmen tersebut disuarakan negara anggota G20 dalam pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral masing-masing negara yang digelar virtual pada Jumat (26/2) malam.
"Ekonomi dunia, termasuk juga Indonesia, masih membutuhkan dukungan untuk pemulihan (ekonomi)," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani yang akrab disapa Ani, dalam keterangan resminya, Minggu (28/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ani mengambil contoh Indonesia. Pada tahun ini, pemerintah masih mengalokasikan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) dalam jumlah besar, di mana hasil kajian sementara mencapai Rp699 triliun.
Jumlahnya sudah melampaui pagu PEN 2020 sebesar Rp695,2 triliun, meskipun realisasinya cuma 83 persen dari pagu.
"Di 2021, Indonesia masih mengalokasikan belanja negara yang cukup besar untuk penanganan covid-19," katanya.
Kendati begitu, bendahara negara mengatakan pemberian stimulus ini tak berarti akan diberikan untuk selamanya. Indonesia, katanya, tetap berupaya mengurangi secara perlahan dengan berbagai kebijakan yang mampu mendongkrak ekonomi.
"Di tengah kebutuhan belanja negara yang masih besar dan penerimaan negara yang terbatas, Indonesia secara perlahan juga akan berupaya melepaskan ketergantungan ekonomi pada dukungan fiskal dan moneter dengan melakukan berbagai reformasi untuk memperkuat ekonomi ke depan," jelasnya.
Lebih lanjut ia menuturkan para negara G20 meyakini pemulihan ekonomi tetap akan terjadi pada tahun ini. Hal ini didukung dengan pelaksanaan vaksinasi hingga relaksasi pembatasan sosial di berbagai negara.
"Namun, proyeksi pemulihan ekonomi masih menghadapi ketidakpastian dan belum merata di seluruh negara," imbuh dia.
Tak hanya membahas soal pemulihan ekonomi dan stimulus, bendahara negara mengungkap para negara G20 juga membahas soal komitmen untuk membantu beban utang yang tinggi di negara-negara miskin akibat pandemi.
Caranya, dengan merestrukturisasi utang mereka melalui kerangka Debt Service Suspension Initiative (DSSI) dan G20 Common Framework on Debt Treatment.
Selain itu, G20 akan melakukan eksplorasi formulasi a Special Drawing Rights (SDRs) General Allocation dalam rangka mendukung pembiayaan global jangka panjang dan kebutuhan devisa bagi negara-negara yang paling membutuhkan.
Dalam pertemuan G20 juga kembali dibahas pentingnya reformasi sistem perpajakan dalam merespons digitalisasi di dunia. Salah satu caranya, G20 di bawah presidensi Italia akan menyelenggarakan High Level Tax Symposium dan Conference on Climate pada Juli 2021.
G20 juga berkomitmen untuk meningkatkan stabilitas di pasar keuangan, baik bank maupun non-bank. Salah satunya dengan mempercepat implementasi G20 Roadmap for Enhancing Cross-Border Payments untuk pengembangan layanan transaksi lintas negara yang lebih efektif, cepat, efisien, dan murah.
"Kami berharap forum multilateral dapat terus mendukung upaya pemulihan global. Kami akan menggunakan instrumen fiskal dan terus bekerja sama dengan otoritas moneter untuk memastikan pemulihan yang lebih baik, kuat dan berkelanjutan," pungkasnya.