BRI kembali menurunkan suku bunga pinjaman secara signifikan mulai Minggu (28/2). Hal itu dilakukan menyusul Bank Indonesia yang juga menurunkan suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 3,5 persen pada pertengahan Februari lalu.
Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan, kebijakan penurunan suku bunga kredit ini merupakan bagian dari upaya mendukung percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Selain karena tren suku bunga acuan yang terus menurun, penurunan suku bunga kredit BRI dilakukan karena menurunnya beban biaya dana (cost of fund) dan meningkatnya level efisiensi perbankan yang disebabkan berbagai inisiatif digital yang terus dilakukan," kata Sunarso di Jakarta, Selasa (2/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sunarso, perubahan suku bunga kredit tidak menjadi satu-satunya variabel penentu besar atau kecilnya permintaan pembiayaan.
"Berdasarkan analisa ekonometrika, variabel paling sensitif atau elastisitasnya paling tinggi terhadap pertumbuhan kredit adalah tingkat konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat," ungkapnya.
Adapun suku bunga yang diturunkan BRI adalah Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang mencakup segmen korporasi, ritel, mikro, serta KPR dan non-KPR sebesar 150 bps-325 bps. Penurunan SBDK terbesar diberikan kepada kredit konsumer non-KPR, yakni sebesar 3,25 persen. Dengan penurunan ini, SBDK non-KPR berubah dari 12 persen menjadi 8,75 persen.
BRI juga menurunkan SBDK KPR sebesar 2,65 persen, dari 9,90 persen menjadi 7,25 persen. Penurunan serupa dilakukan pada segmen mikro sebesar 2,5 persen. Perubahan ini membuat SBDK mikro turun dari 16,50 persen menjadi 14 persen.
Sementara pada kredit segmen korporasi dan ritel, masing-masing menurun sebesar 1,95 persen dan 1,5 persen. SBDK korporasi berubah dari 9,95 persen menjadi 8 persen, dan SBDK segmen ritel berkurang dari 9,75 persen ke 8,25 persen.
Melalui langkah ini, BRI kembali menunjukkan komitmen sebagai mitra strategis pemerintah dalam mendukung penyaluran berbagai stimulus (PEN). Pada 2020, BRI telah menurunkan suku bunga sebesar 75 bps-150 bps, dengan penurunan untuk restrukturisasi keringanan suku bunga antara 300 bps-500 bps.
"Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat. Peningkatan dua hal ini akan berujung pada naiknya permintaan kredit dan membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional," kata Sunarso.
(rea)