Ekonom Keuangan Investasi dari IPMI International Business School Roy Sembel mengatakan fenomena unrealized loss atau kerugian investasi yang belum direalisasikan pada BPJS Ketenagakerjaan merupakan risiko wajar investasi saham di pasar modal. Hal ini menanggapi penyelidikan dugaan korupsi pada pengelola jaminan sosial itu.
Menurutnya, unrealized loss tersebut bisa berbalik menjadi keuntungan yang belum direalisasikan atau unrealized gain saat pasar kembali ke level sebelum pandemi.
"Jadi, kerugian portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan masih di atas kertas yang wajar sebagai risiko investasi, dan bisa kembali untung sejalan dengan membaiknya ekonomi setelah pandemi covid-19. Unrealized loss ini tidak logis dikategorikan sebagai kerugian hasil manipulasi yang berpotensi pidana, tapi lebih pada risiko bisnis yang sudah dikalkulasi dengan baik," ujarnya dikutip dari rilis resmi BPJS Ketenagakerjaan, Jumat (12/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan unrealized loss tersebut masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia. Hal itu tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan resesi ekonomi.
Bukti menunjukkan, sambungnya, angka unrealized loss naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Saat IHSG di level 5.979 pada 31 Desember 2020, unrealized loss mencapai Rp22,308 triliun, tapi ketika IHSG di level 6.429 pada 20 Januari 2021, unrealized loss berkurang menjadi Rp14,417 triliun.
"Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan unrealized loss, tapi bisa berbalik arah menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat naik turunnya potensial loss itu sangat tergantung dari pergerakan IHSG," ucapnya.
Selain itu, ia menyatakan temuan itu berbeda dengan kerugian portofolio investasi pada kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Portofolio saham-saham Jiwasraya, termasuk golongan saham kualitas rendah, tidak likuid, dan mempunyai kapitalisasi pasar yang kecil, atau kerap disebut sebagai saham-saham "gorengan".
Detailnya, porsi saham dan reksadana di Jiwasraya lebih dari 91 persen, sedangkan alokasinya di BPJS Ketenagakerjaan hanya 23,56 persen. Selain itu, portofolio saham Jiwasraya dengan BPJS Ketenagakerjaan juga berbeda, dimana portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan termasuk saham kualitas bagus, likuid dan kapitalisasinya besar. Pendek kata saham blue chip berfundamental bagus sehingga berbeda dengan portofolio saham Jiwasraya pada umumnya.
"Jelas hal ini berbeda, meski tampak sama. Banyak perbedaan riil antara kerugian Jiwasraya yang sudah realized loss dengan unrealized loss BPJS Ketenagakerjaan. Hal yang mendasar terjadi, seperti persyaratan pemilihan manajer investasi di BPJS Ketenagakerjaan sangat ketat, sementara di Jiwasraya longgar," tuturnya.