Kronologi Petani RI Menang Gugatan Tumpahan Minyak Montara
Pengadilan Federasi Australia memenangkan gugatan 15 ribu petani rumput laut Indonesia terkait kasus tumpahan minyak di lapangan Montara milik PTT Exploration and Production (PTTEP) asal Thailand. Pengadilan memutuskan PTTEP harus bertanggung jawab atas kejadian yang mematikan mata pencarian petani rumput laut tanah air.
Kasus tumpahan minyak bermula dari 21 Agustus 2019. Kala itu, anjungan minyak (rig) di lapangan lepas pantai Montara milik PTTEP meledak di barat laut Australia.
Ledakan diduga menyebabkan 30 ribu barel minyak diduga tumpah dan mengalir ke Laut Timor sekitar 74 hari usai ledakan. Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia.
Pencemaran dari minyak tersebut merusak ekosistem dan memutus pencaharian para petani rumput laut. Atas kejadian itu, 15 ribu petani rumput laut kemudian menggugat PTTEP ke pengadilan.
Mereka meminta ganti rugi sebesar US$154 juta atau Rp2 triliun dari PTTEP untuk menutupi kerusakan lingkungan tersebut. Namun, gugatan itu tidak mengalami perkembangan.
Pada 2012, pemerintah Indonesia ikut menyuarakan tuntutan. Pemerintah mengumpulkan sejumlah barang bukti, mengundang 50 saksi, dan meminta PTTEP memberi kompensasi melalui jalur non-litigasi.
Tapi belum ada hasil juga. Selanjutnya pada 2017, pemerintah menggugat ganti rugi kepada PTTEP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara No.241/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst.
Gugatan itu dilayangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada tiga perusahaan Thailand, yaitu The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) sebagai tergugat I, PTTEP selaku tergugat II, dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) selaku tergugat III.
Tapi gugatan itu kemudian dicabut oleh pemerintah dengan alasan ingin memperkuat gugatan dan salah mencatut nama tergugat. Usut punya usut, pemerintah memang kesulitan mengumpulkan data untuk gugatan karena berasal dari berbagai pihak dan kerugiannya cukup masif sehingga sulit dihitung.
Namun, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni pernah menghitung bahwa kerugian petani rumput laut mencapai US$6,35 juta dolar Australia atau setara Rp63,5 miliar pada 2009-2015. Hitungan ini muncul karena dampak tumpahan minyak tersebar ke 13 kabupaten.
Sementara kerugian karena masyarakat sekitar kehilangan pendapatan diestimasi mencapai US$1,5 miliar atau Rp15 triliun. Atas hitung-hitungan ini, menurutnya, ganti rugi merupakan hal mutlak yang perlu diberikan.
"Ganti rugi adalah harga mati, tapi tentu yang kami butuhkan saat ini adalah negosiasi dulu dengan pemerintah Australia. Ganti rugi juga banyak mekanismenya kok, bisa dicicil sekian tahun," ungkap Ferdi kepada CNNIndonesia.com pada 2018 lalu.
Menurutnya, ganti rugi harus diberikan oleh empat pihak yang dirasa bertanggungjawab di dalam kasus Montara, yakni PTTEP, pemerintah Australia, pemilik anjungan yakni perusahaan asal Norwegia-Bermuda Seadrill, dan kontraktor anjungan tersebut yakni Halliburton.