Sri Mulyani Angkat Suara Soal Wacana Tax Amnesty Jilid II

CNN Indonesia
Selasa, 23 Mar 2021 14:36 WIB
Menkeu Sri Mulyani tidak menekankan tidak ingin Indonesia tertinggal dan dirugikan dari sisi perkembangan peraturan perpajakan di tingkat internasional. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat suara mengenai wacana pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II yang sempat mengemuka di publik.

Ani, begitu ia akrab disapa, tidak membenarkan atau pun membantah mengenai wacana pemerintah akan menggelar kembali tax amnesty jilid II di Indonesia.

Namun, ia menekankan bahwa pemerintah tidak ingin Indonesia tertinggal dan dirugikan dari sisi perkembangan peraturan perpajakan di tingkat internasional.

Tax amnesty sendiri adalah kebijakan pengampunan kepada wajib pajak yang selama ini menyembunyikan hartanya di luar negeri dan tak pernah menyetorkan ke negara.

Kebijakan tersebut diterapkan lantaran menemukan banyak wajib pajak yang menyembunyikan hartanya di luar negeri, khususnya di negara-negara bebas pemeriksaan pajak.

Hal ini memberi gambaran bahwa ada kebijakan pajak di tingkat global yang sejatinya merugikan pos penerimaan APBN Indonesia karena para wajib pajaknya dapat menyimpan harta di negara lain, tanpa khawatir bisa diperiksa oleh otoritas pajak nasional.

"Jangan sampai posisi Indonesia, dalam hal ini di posisi yang tertinggal atau dirugikan dan tertinggal dari dinamika global ini, sehingga kita bisa terus menjaga kepentingan dari penerimaan perpajakan Indonesia," tutur Ani saat konferensi pers APBN KiTa periode Maret 2021 secara virtual, Selasa (23/3).

Tak hanya soal kebijakan perlindungan pajak yang ada di tingkat global seperti itu, bendahara negara juga ingin Indonesia bisa terus beradaptasi dengan dinamika perpajakan internasional yang terus berkembang.

"Perpajakan mengalami dinamika yang sangat besar, di tingkat global sekali pun karena masalah digital tax, perubahan dari berbagai macam di level global dari sisi perpajakan," imbuh dia.

Kendati begitu, ia tidak menjawab secara eksplisit mengenai wacana tax amnesty jilid II yang kabarnya sudah dikomunikasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia hanya menekankan bahwa pemerintah akan terus berkomunikasi dengan badan legislatif dalam berbagai hal pembahasan peraturan mengenai perpajakan.

Kebetulan pada tahun ini, ada tiga rancangan undang-undang (ruu) mengenai keuangan negara yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2021. Yaitu, RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, RUU Reformasi Sektor Keuangan, dan RUU KUP yang berasal dari inisiatif pemerintah sejak 2016.

"Kami nanti akan bersama-sama dengan DPR akan menggunakan prioritas legislasi ini untuk memperkuat segala peraturan yang berhubungan dengan perpajakan," jelasnya.

Sebelumnya, wacana tax amnesty jilid II sempat muncul ke publik karena disuarakan oleh Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun melalui unggahan cuitan di akun media sosial Twitter pribadinya.

Ia mengatakan wacana ini sudah menjadi pembicaraan terbatas di Komisi XI DPR dan personal di Kementerian Keuangan.

"Ide mencari jalan keluar bagaimana mencari sumber pendanaan pembangunan di saat penerimaan mangalami shortfall yang dalam akibat tekanan dan kontraksi ekonomi akibat krisis yang disebabkan oleh pandemi," kata Misbakhun kepada CNNIndonesia.com.

Namun, Misbhakhun enggan membagi dengan siapa saja wacana ini sudah dibahas. "Semuanya masih salam tahap ide mencari solusi. Belum secara definitively menjadi kebijakan yg diusulkan karena proses untuk itu juga ada mekanismenya melalui RUU dan sosialisasi," jelasnya.

Ia hanya menegaskan bahwa wacana tax amnesty jilid II bagus karena dapat membantu Indonesia dalam proses pemulihan ekonomi yang tengah tertekan dampak pandemi covid-19.

Menurutnya, kebijakan tax amnesty jilid II tidak hanya berlaku insentif bagi sektor swasta seperti pelaksanaannya pada jilid I, namun juga bisa menjadi sumber penerimaan pajak yang tepat pada saat ini.

Penerimaan pajak negara bisa tumbuh positif setelah melambat karena tekanan ekonomi pada setahun terakhir.

Dalam catatannya, penerimaan pajak hanya mencapai Rp1.070 triliun pada 2020. Jumlahnya cuma setara 89,3 persen dari target revisi pemerintah sekitar Rp1.198,8 triliun.

"Apalagi, pandemi covid-19 telah mengakibatkan penerimaan pajak shortfall yang sangat dalam, sehingga langkah-langkah terukur perlu dipertimbangkan untuk mengentaskannya," terang dia.

Padahal, penerimaan pajak sangat perlu mencapai target bahkan lebih untuk menutup berbagai kebutuhan belanja. Khususnya dalam bidang penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

(uli/bir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK