Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyinggung kasus korupsi yang kembali terjadi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) beberapa waktu. Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebenarnya sudah berupaya menutup celah tersebut dengan transformasi cara membayar pajak.
"Kementerian Keuangan tidak pernah terima uang pajak, jadi tidak ada transaksi. Kalau pun terjadi ada yang masih korupsi pasti 'hengki pengki' dengan pemilik pajak," ungkap Sri Mulyani dalam Webinar: Katadata Indonesia Data and Economic Conference 2021, Selasa (23/3).
Sri Mulyani menyatakan membayar pajak harus lebih mudah dibandingkan membeli pulsa. Kini, masyarakat tak perlu ke kantor DJP atau kantor bendahara jika hendak membayar pajak tetapi bisa dilakukan dengan lebih mudah, salah satunya, ATM. Artinya, kontak dengan petugas pajak sudah bisa dikurangi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang kalau mau mengeluarkan uang untuk negara itu harus lebih mudah. Kami ada yang disebut modul penerimaan negara sudah sampai generasi ketiga, kami lihat terus dan meningkat sehingga akhirnya jadi cashless," jelas Sri Mulyani.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupso membongkar dugaan praktik suap yang dilakukan pegawainya di lingkungan DJP. Kasus tersebut terungkap dari laporan masyarakat ke Unit Kepatuhan Kementerian Keuangan pada awal 2020 lalu.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut pihaknya telah menetapkan pihak yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap miliaran rupiah di DJP.
Penetapan tersangka dilakukan menyusul surat yang dikirimkan KPK ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencekal mantan Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP Angin Prayitno Aji.
Namun, Alex tak merinci sejak kapan dan siapa pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Permohonan pencekalan terhadap Angin sendiri telah diajukan KPK sejak 8 Februari lalu. Angin dicekal ke luar negeri bersama inisial DR, RAR, AIM, VL, dan AS.