Selain itu, rangkap jabatan pejabat BUMN di perusahaan swasta juga menimbulkan risiko insider trading. Abra mencontohkan A menjabat sebagai komisaris di perusahaan swasta sektor konstruksi dan BUMN yang juga bergerak di sektor yang sama.
Lalu, BUMN sektor konstruksi itu merupakan perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Alhasil, apapun yang menjadi rencana BUMN tersebut akan menggerakkan harga saham perusahaan.
"Ada risiko komisaris ini memberitahukan rencana-rencana bisnis si BUMN, sehingga dia sebagai insider trading informasikan ke perusahaan swasta dan perusahaan swasta itu langsung membeli saham BUMN tersebut karena ada potensi harga saham naik. Jadi bisa dapat keuntungan," jelas Abra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, kebijakan terkait rangkap jabatan harus segera dievaluasi. Abra menilai temuan KPPU seharusnya menjadi momentum bagi Kementerian BUMN untuk berbenah.
Lihat juga:Ekonom Tekan Lampu Merah Utang BUMN Karya |
Toto Pranoto, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia juga melihat dampak negatif jika ada rangkap jabatan direksi atau komisaris BUMN di perusahaan swasta. Salah satunya terkait waktu kerja.
"Ketersediaan waktu monitoring cukup tidak, kalau ada yang tiba-tiba urgent bisa cover tidak," tutur Toto.
Ia mengingatkan Kementerian BUMN untuk memberikan alasan yang jelas jika ada komisaris yang merangkap jabatan di perusahaan swasta.
Di sisi lain, Toto mempertanyakan temuan KPPU. Hal ini khususnya dengan definisi perusahaan swasta yang disebut-sebut KPPU.
"Ini betul-betul swasta yang tidak ada kaitannya dengan BUMN atau swasta yang terafiliasi dengan BUMN," kata Toto.
Toto menilai sah-sah saja jika komisaris BUMN merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan swasta yang terafiliasi dengan BUMN tersebut.
Sebagai contoh, sambung Toto, PT Wakita Karya (Persero) Tbk membuat perusahaan patungan (joint venture/JV) dengan perusahaan swasta untuk mengerjakan suatu proyek. Biasanya, Waskita Karya akan menempatkan salah satu pejabatnya di perusahaan patungan itu.
"Ini untuk memperhatikan investasi agar tetap optimal, kepentingan perusahaan ada yang mewakili, Nah, maksudnya KPPU yang mana, kalau swasta tidak ada kaitan dengan BUMN tidak boleh, tapi kalau swasta masih ada afiliasi ya mau tidak mau harus ada pengawasnya," jelas Toto.
Ia beranggapan KPPU dan Kementerian BUMN harus segera bertemu membahas temuan ini. KPPU juga harus membuka identitas pihak-pihak yang disebut melakukan rangkap jabatan agar tak timbul spekulasi-spekulasi di masyarakat.
"Harus declare siapa saja, praktik bisnisnya juga seperti apa. Temuan KPPU ini masih tanda tanya," pungkas Toto.