Buwas Curhat Sederet Masalah Impor Beras 2018
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau Buwas mengungkapkan impor beras pada 2018 lalu menyisakan sejumlah masalah.
Buwas menjelaskan masih ada sisa impor beras 2018 sebanyak 200 ribu ton. Dari total tersebut, ia memperkirakan 106 ribu ton beras terancam rusak atau busuk.
"Sisa beras impor 200 ribu ton. Ini ada potensi rusak 106 ribu ton," kata Buwas dalam diskusi online, Kamis (25/3).
Lihat juga:Buwas Beberkan Alasan Beras Bulog Turun Mutu |
Buwas menjelaskan keputusan impor beras sebanyak 1,8 juta ton dilakukan karena cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog pada 2018 hanya tersisa 600 ribu ton. Jumlah itu kurang karena Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras sejahtera (rastra).
"Setiap tahunnya harus supply 2,6 juta ton," imbuh Buwas.
Namun, pemerintah menyetop penyaluran beras rastra pada pertengahan 2019. Akibatnya, beras hasil impor tak tersalurkan dan menumpuk di gudang Bulog.
Buwas mengaku kesulitan menyalurkan beras impor tersebut. Pasalnya, jenis beras yang diimpor berbeda dengan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
"Jenis beras yang diimpor kebanyakan pera. Pera mayoritas tidak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Indonesia biasanya beras pulen. Kalau Bulog menyalurkan beras itu harus dicampur dengan beras dalam negeri," jelas dia.
Persoalan lainnya, sambung Buwas, Bulog harus membiayai impor beras itu dengan dana pinjaman. Buwas menyebut harus membayar bunga cukup tinggi mencapai Rp282 miliar per bulan.
"Semua dibebankan kepada Bulog. Padahal ini beras cadangan pemerintah atas perintah negara. Biayanya utang. Bunga komersil, bahkan beban Bulog awal-awal mau bayar utang setiap bulan bayar bunga Rp282 miliar," katanya.
Ia menambahkan bahwa rencana impor beras sebanyak 1 juta ton yang sedang dibahas saat ini tak perlu dilakukan. Pasalnya, stok beras di Bulog cukup memenuhi kebutuhan masyarakat.
Terlebih, Buwas menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta seluruh pihak untuk mencintai produk Indonesia. Untuk itu, ia berpendapat lebih baik mendahulukan produksi dalam negeri.
"Ini perintah Presiden (Joko Widodo). Jadi saya harus loyal pada perintah Presiden," pungkasnya.
(aud/sfr)