Ekonom Senior Indef Aviliani memperingatkan sektor perbankan untuk mewaspadai risiko membengkaknya kredit bermasalah (non-performing loans/NPL). Tidak tanggung, perkiraannya, kredit macet berpotensi menyentuh hingga dua digit.
Avialiani menilai pekerjaan rumah (PR) besar di sektor perbankan adalah pasca pandemi atau pada 2022 saat kebijakan restrukturisasi kredit dicabut.
Jika tiba-tiba dicabut tanpa kebijakan transisi, Aviliani melihat ada potensi kredit macet melonjak karena kemampuan membayar cicilan masyarakat tidak langsung kembali seperti sebelum pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Risiko tercermin dari posisi Loan at Risk (LAR) atau pinjaman bermasalah yang berada di level 23 persen.
"Ini masalah waktu. Begitu kembali ke aturan 2022, ini perlu dipikirkan. Jangan sampai kinerja bank tiba-tiba buruk dan orang jadi gak percaya. Keberlangsungan kebijakan bukan hanya krisis tapi pasca pemulihan," jelasnya pada webinar Infobank, Selasa (30/3)
Peringatan diberikan karena Aviliani menilai penanganan dampak pandemi di sektor keuangan saat ini sudah baik.
Ini dapat dilihat dari tingginya kepercayaan masyarakat kepada perbankan, tercermin dari melonjaknya nilai tabungan masyarakat selama pandemi.
Bila kredit macet melonjak, ia khawatir kepercayaan masyarakat terhadap perbankan malah akan jatuh pasca pandemi.
Alih-alih perbankan pulih seiring dengan pemulihan ekonomi, Aviliani melihat justru ada potensi rating perbankan turun pasca pandemi berlalu.
"Yang harusnya sudah membaik bisa menurun karena rating kita bisa turun karena dianggap perbankan di Indonesia berisiko setelah restrukturisasi atau ekonomi sedang membaik," pungkasnya.