Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui tak punya dalih menjawab kekalahan Indonesia dari Vietnam dalam usaha menarik investasi luar di kawasan Asia Tenggara.
Dia menyebut salah satu kunci keberhasilan Vietnam adalah karena memiliki Trans Pacific Partnership (TPP) atau perjanjian kemitraan 11 negara di kawasan Asia dengan Australia, Kanada, Chile, Meksiko, Selandia Baru, dan Peru.
Selain itu, ia menyebut Vietnam sudah lebih dulu terbuka terhadap dunia dari segi perdagangan dan investasi, yakni sejak 1992.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak punya dalih kalah persaingan dengan Vietnam, tapi harus saya katakan kalau Indonesia sudah berada di jalur yang tepat," katanya pada diskusi daring dengan Australian National University (ANU), Kamis (22/4).
Sementara Indonesia jauh ketinggalan. Dia menyebut pada 2014, Indonesia baru memiliki perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) dengan Jepang dan Pakistan. Itu pun, diakui Lutfi tidak berjalan dengan baik.
Ia mencontohkan salah satu isi perjanjian itu adalah Indonesia dapat mengirimkan tenaga kerja perawat ke Jepang. Namun, baru kemudian diketahui seluruh perawat asal Indonesia harus menguasai kanji Jepang.
Dari ribuan perawat yang dikirim hanya segelintir saja yang lulus ujian dan bisa bekerja di Jepang.
"Untuk orang Jepang saja sangat sulit, jadi bisa dibayangkan untuk perawat Indonesia," katanya.
Selain itu, ia menyebut Indonesia yang merupakan negara demokratis memerlukan persetujuan dari DPR untuk bisa bermitra dalam perdagangan luar negeri. Ini bisa memakan waktu bertahun-tahun, berbeda dengan Vietnam yang merupakan negara komunis.
Belajar dari pengalaman, Lutfi menyebut Indonesia mengejar ketertinggalan dan mulai gencar membuat perjanjian dagang dengan negara mitra.
Dia menyebut pemerintah membidik investasi di sisi hulu dengan mendatangkan investasi yang berfokus pada produksi barang jadi dari sumber daya alam Indonesia, seperti nikel dan kobalt.
Salah satu rencana besar adalah membangun pabrik baterai kendaraan listrik dari sumber daya alam Indonesia dan sumber pendanaan perusahaan besar dunia.
"Kini yang membedakan Vietnam dan Indonesia adalah investasi di Indonesia tumbuh dari hulu, sementara Vietnam ada tengahnya," ujarnya.