Senada dengan Yusuf, Tauhid juga berpandangan Kementerian Investasi bukan senjata pamungkas menghadirkan modal ke dalam negeri. Alasannya, hambatan investasi berkaitan dengan aspek fundamental lainnya yang justru berada di luar jangkauan Kementerian Investasi.
Misalnya, permasalahan infrastruktur, rendahnya daya saing SDM, minimnya dana riset dan pengembangan (R&D), cuma 0,02 persen dari PDB, tingginya tingkat suku bunga kredit, praktik korupsi dan sebagainya.
Ihwal korupsi ini, pernah disinggung oleh Bahlil sebagai penyebab tingginya indikator Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia. ICOR merupakan parameter yang menggambarkan efisiensi investasi yang tercermin dari besaran modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kata lain, semakin tinggi skor ICOR, artinya investasi semakin tak efisien. Saat ini, ICOR Indonesia di level 6,6, atau kalah dari Thailand yang sebesar 4,4, Malaysia 4,5, Vietnam 4,6, dan Filipina 3,7.
Bahlil mengungkapkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih tinggi, yakni pada urutan 85 dari 180 negara, sehingga membuat investor enggan menanamkan modalnya di Tanah Air.
Oleh karenanya, Tauhid menerangkan butuh sebuah ekosistem investasi yang menghadirkan iklim penanaman modal positif. Dalam hal ini, perlu peran semua pihak baik dari pemerintah maupun swasa. Bukan semata Kementerian Investasi saja.
"Perlu ada desain dari kementerian lain atau swasta untuk lebih jauh mengatasi persoalan klasik dari investasi kita, termasuk daya saing rendah, masalah korupsi, masalah tenaga kerja, dan sebagainya" ucapnya.
Menurutnya, berbagai kebijakan yang diluncurkan pemerintah selama ini untuk mendorong investasi terbukti belum efektif. Pasalnya, kebijakan itu belum mampu memecahkan kendala klasik investasi seperti yang disebutkan sebelumnya.
Salah satu indikatornya, lanjut dia, belum banyak perusahaan yang merealisasikan investasinya meskipun telah mendapatkan komitmen insentif tax holiday dan tax allowance. Bahkan, pemerintah beberapa kali telah melonggarkan insentif tersebut hingga melimpahkannya kepada BKPM.
Bahlil pernah menyampaikan ada 80 perusahaan yang sudah mendapat komitmen tax holiday dengan total investasi mencapai hampir Rp1.000 triliun. Sayangnya, investor itu belum merealisasikan investasinya. Tak heran, BKPM berencana mencabut keringanan pajak itu bagi mereka.
"Jadi, belum (mendorong investasi). 16 Paket Kebijakan Ekonomi juga tidak mampu menghasilkan banyak perubahan signifikan, tetap pertumbuhannya normal begitu," tuturnya.
Tahun ini, target investasi ditetapkan sebesar Rp856 triliun. Sementara itu, hingga kuartal I 2021 realisasinya sebesar Rp219,7 triliun atau sekitar 25,66 persen dari target. Angka itu tumbuh 2,3 persen secara kuartalan dibandingkan kuartal IV 2020 dan tumbuh 4,3 persen secara tahunan dari kuartal I 2020.
Rinciannya, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp108 triliun. Realisasi PMDN minus 4,2 persen secara tahunan, namun tumbuh 4,2 persen secara kuartalan.
Kemudian, Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp111,7 triliun, atau naik 14 persen secara tahunan dan 0,6 persen secara kuartalan.
(bir)