Di sisi lain, Ekonom Core Yusuf Rendy Manilet berpendapat rasio utang negara sejauh ini masih aman. Sebab, belum dekat dengan batas maksimal di level 60 persen.
"Kalau dengan negara lain banyak yang lebih buruk. Malaysia misalnya," ujar Yusuf.
Ia menyadari pemerintah dalam situasi sulit saat ini. Negara harus menarik pinjaman dengan jumlah signifikan agar tetap bisa menangani pandemi covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, penerimaan pajak terus menurun di tengah pandemi covid-19. Pemerintah juga tak bisa memaksa pelaku usaha untuk membayar pajak seperti sebelum pandemi.
"Menarik pajak di situasi sekarang tidak ideal untuk pelaku usaha. Situasi ini sulit dihindari. Ketika krisis terjadi memang utang naik," kata Yusuf.
Oleh karena itu, pemerintah akan sulit mengerem utang di kondisi seperti sekarang. Masalahnya, pemerintah juga butuh banyak dana untuk menangani pandemi covid-19 dan melakukan pemulihan ekonomi.
"Segala upaya harus dilakukan, pendanaan lewat utang, karena penerimaan pajak sulit mengimbangi (kebutuhan negara)," ucap Yusuf.
Jika pemerintah mengurangi stimulus untuk masyarakat, maka akan berdampak pada proses pemulihan ekonomi. Untuk itu, harus ada jalan tengah agar utang tidak memberikan beban tambahan untuk negara.
Salah satunya adalah pemerintah harus memastikan bahwa mayoritas yang membeli SBN adalah investor lokal. Hal ini agar pasar keuangan tidak bergejolak jika investor asing ramai-ramai menjual kepemilikan SBN nya.
"Jalan tengah lihat struktur utang, diperhatikan. Jangan jadi beban di masa datang. Lihat jumlah kepemilikan banyak asing apa lokal, kalau banyak asing nanti kalau jual ramai-ramai, rupiah turun," tandas Yusuf.
(bir)