Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan pemulihan ekonomi sejumlah negara besar berpotensi menimbulkan commodity boom seperti yang terjadi pada 2009 silam. Commodity boom adalah fenomena dimana permintaan komoditas negara tersebut mulai pulih sehingga mendorong harganya naik.
"Pemulihan beberapa negara besar dalam perekonomian, seperti China, AS, dan Eropa akan membuat harga komoditas meningkat sangat kuat. Ini mirip seperti 2009 yang akan memunculkan boom komoditas, yang harus diantisipasi, positif maupun negatif," ujarnya dalam acara Musrenbang 2021, Selasa (4/5).
Untuk diketahui, commodity booming merupakan era kejayaan bagi sejumlah komoditas, seperti batu bara, minyak sawit, dan karet. Fenomena kenaikan harga komoditas secara global itu terjadi pada akhir 2009 dan berakhir pada 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak commodity booming, pertumbuhan Indonesia mencapai 6,5 persen pada 2011 di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ani, sapaan akrabnya mengatakan selain potensi commodity booming pemerintah juga mengantisipasi faktor eksternal lainnya, yakni lonjakan kasus dan varian baru covid-19 di sejumlah negara. Kondisi tersebut bisa memicu komplikasi penanganan covid-19 secara global.
"Pada saat yang sama, meskipun program vaksinasi dimulai ke seluruh dunia, namun aksesnya tidak merata," katanya.
Sedangkan dari domestik, Ani menuturkan pemulihan ekonomi masih belum merata antar sektor maupun antar daerah. Karenanya, ia mengatakan semua kondisi itu, baik global maupun domestik akan mempengaruhi desain APBN secara keseluruhan.
Lihat juga:Sri Mulyani Janji Hati-hati Kelola Utang |
"Perubahan kebijakan fiskal dan moneter di negara maju pasti menimbulkan spill over dalam bentuk inflasi, suku bunga global, dan berujung pada nilai tukar rupiah yang mengalami volatilitas serta disparitas pemulihan ekonomi dunia," imbuhnya.
Ia mengatakan kondisi ini harus menjadi perhatian bagi semua pembuat kebijakan baik di pusat maupun daerah untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi. Keikutsertaan pemerintah daerah (pemda) dibutuhkan lantaran sepertiga dana APBN berada di daerah.
"Dari pusat, kami akan menggunakan seluruh kebijakan secara berimbang dari sisi APBN terukur dan terarah, terutama sesudah kami dua tahun berturut-turut menggunakan APBN secara extra ordinary. Namun, dari sisi APBD keuangan harus juga turut berpartisipasi mendorong pemulihan ekonomi dan sinkron dengan arah yang dilakukan oleh pemerintah pusat," tandasnya.