Usai Merugi, MIND ID Cetak Laba Rp1,6 T Di Kuartal I 2021
PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, kini dikenal dengan brand MIND ID mencatatkan laba bersih sebesar Rp1,6 triliun pada kuartal I 2021. Capaian tersebut berbalik arah dari rugi bersih Rp1,01 triliun yang dialami pada periode sama tahun lalu (year on year/yoy).
Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak mengatakan pendapatan perusahaan tembusRp19,2 triliun atau melonjak dari kuartal I 2020 yang sebesar Rp16,2 triliun.
Kemudian, aset perusahaan per Maret 2021 juga naik ke Rp187,4 triliun dari Rp181,1 triliun pada periode sama 2020. Sementara itu, kas dan setara kas sebesar Rp29,4 triliun atau naik dari Rp22,2 triliun pada kuartal I 2020.
"Kuartal I laba bersih Rp1,6 triliun. Di akhir Maret, EBITDA sampai Rp4,3 triliun, naik dibandingkan kuartal 2020 yang sebesar Rp1,4 triliun," ungkap Orias dalam video conference, Jumat (7/5).
Menurut Orias, perbaikan kinerja keuangan holding BUMN sektor pertambangan itu didorong peningkatan produksi dan penjualan beberapa komoditas antara lain bijih nikel, bijih bauksit, dan emas.
Ia memaparkan produksi bijih nikel pada kuartal I 2021 naik menjadi 2,65 juta ton dari 629 ribu ton pada periode sama tahun sebelumnya.
Kemudian, produksi bijih bauksit juga meningkat dari 332 ribu ton menjadi 563 ribu ton pada kuartal I tahun ini. Sementara, penjualan emas melesat jadi 7,4 ton dari 4,8 ton pada periode yang sama tahun lalu.
"Harga komoditi meningkatkan signifikan, kecuali beberapa agak lambat, tapi yang lain cepat. Emas anomali, kalau ekonomi tidak membaik harga emas meningkat karena demand (permintaan) banyak. Tapi saat kondisi ekonomi membaik, itu harga emas cenderung turun, karena orang tidak mau beli emas, tapi berinvestasi," ujar Orias.
Orias juga menyampaikan sepanjang 2020 MIND ID berhasil mencatatkan laba bersih Rp1,8 triliun, atau naik dari 2019 yang sebesar Rp20 miliar. Pendapatan perusahaan tercatat sebesar Rp66,6 triliun atau turun dari 2019 yang mencapai Rp80,6 triliun.
Namun, total aset perusahaan mencapai Rp180,8 triliun, meningkat dibandingkan 2019 yang sebesar Rp164,8 triliun.
"EBITDA Rp11,3 triliun. Di 2019 hanya Rp8,4 triliun. Apa yang terjadi? Itu ada expenses, nah di expenses itu kami melakukan efisiensi. Ada yang memang efisiensi karena terpaksa, karena memang trennya tidak ada. Jadi mau nggak mau ya berhemat, karena tidak terbang, tidak ada yang melakukan travelling," pungkasnya.