Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman menegaskan akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk menindak tegas pengguna jasa debt collector, menyusul insiden 11 penagih utang yang mengadang mobil yang dikemudikan Anggota Badan Pembina Desa (Babinsa) Serda Nurhadi.
Adapun, pengguna jasa debt collector ialah perusahaan pembiayaan (multifinance), dulu dikenal leasing. Umumnya leasing mempekerjakan badan hukum sebagai pihak ketiga yang melakukan penagihan utang, di samping collection oleh internal perusahaan.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengaku memaklumi pernyataan Pangdam Jaya yang ingin menyikat debt collector. Sebab, debt collector dalam kasus tersebut bekerja tanpa prosedur yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, saya kira wajar. Tapi kan omongan pangdam jaya mengarah ke debt collector yang tidak menjalankan prosedur. 11 orang itu kan nggak mungkin sesuai prosedur. Harusnya satu orang, bawa surat tugas," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/5).
Artinya, sambung Suwandi, debt collector yang digandeng industri multifinance harus memenuhi empat syarat dalam bekerja. Yakni, membawa surat kuasa untuk melakukan eksekusi terhadap kendaraan. Kedua, membawa sertifikat SPPI. Ketiga, membawa surat somasi tahap 1 dan 2.
Keempat, membawa sertifikat fidusia. "Kalau syarat ini dipenuhi, saya yakin tindakan penagihan tidak akan meresahkan. Kalau pun ada perselisihan dengan debitur yang didatangi, ya silakan dibawa ke kantor polisi. Itu ada konsekuensi hukum pidananya," imbuh dia.
Pun demikian, ia menegaskan bahwa menggandeng kerja sama debt collector dalam penagihan utang tidak menyalahi aturan. Leasing atau multifinance memiliki aturan main sesuai POJK Nomor 35/2018 mengenai Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
OJK, selaku wasit perusahaan pembiayaan, pun angkat suara. Lewat pernyataan Sekar Putih Djarot, Juru Bicara OJK, regulator memberi peringatan keras bagi multifinance yang menggunakan jasa debt collector ilegal. OJK tidak mentolerir tindakan debt collector yang melanggar hukum dan ketentuan.
"OJK akan memberikan peringatan keras kepada lembaga jasa keuangan yang menggunakan debt collector yang tidak sesuai aturan yang menimbulkan keresahan masyarakat," katanya.
Sekar menyebut sanksi yang dapat dijatuhkan kepada perusahaan 'bandel' mengacu pada Peraturan OJK (POJK) 35 Tahun 2018.
Beleid itu berbunyi, setelah peringatan dilayangkan sebanyak tiga kali dan perusahaan pembiayaan masih tidak memenuhi ketentuan, OJK bisa melakukan pembekuan izin kegiatan usaha.
Selain memberi sanksi kepada perusahaan pembiayaan, Sekar juga mengingatkan konsumen untuk beritikad baik dalam menyelesaikan kewajiban kepada lembaga jasa keuangan.
Menurut Sekar, dalam melakukan penarikan utang, OJK telah berkoordinasi dengan asosiasi perusahaan pembiayaan (multifinance) untuk menertibkan anggotanya dalam menjalankan ketentuan penagihan yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebelumnya, 11 debt collector mengadang sebuah mobil yang dikemudikan Serda Nurhadi diduga karena kendaraan itu menunggak cicilan selama delapan bulan.
Aksi pengadangan di Tol Koja Barat-Jakarta Utara tersebut diketahui terjadi pada Kamis (6/5) lalu.