Kenaikan Inflasi Jadi Acuan BI Kerek Suku Bunga
Bank Indonesia (BI) memberi sinyal kenaikan inflasi akan menjadi acuan untuk mengerek suku bunga acuan (BI-7DRRR). Artinya, selama inflasi stabil, bank sentral akan menjaga suku bunga acuan di level rendah.
"Akan tetap menjaga rendah (bunga acuan), likuiditas longgar, dan kebijakan makroprudensial akomodatif sampai ada kenaikan tanda-tanda inflasi," tutur Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (17/6).
Ia mengatakan inflasi kemungkinan besar mulai naik awal tahun depan. Jika benar terjadi, bank sentral akan mulai mengantisipasinya dengan memperketat kebijakan moneter atau mengurangi stimulus (tapering off).
"Nanti tapering, injeksi likuiditas dulu kami kurangi," imbuh Perry.
Setelah itu, BI baru melakukan langkah selanjutnya. Salah satunya, mengerek suku bunga acuan.
Namun, untuk sekarang Perry meyakini pihaknya tetap akan mempertahankan suku bunga acuan rendah, meski The Fed memproyeksi mengerek suku bunga acuan mulai 2023 mendatang.
Menurut Perry, The Fed belum akan melakukan tapering off. Bank sentral AS itu masih akan tetap membeli surat berharga AS untuk menambah likuiditas di pasar.
"Kami melihat tapering The Fed tak akan terjadi tahun ini. Tentu kami akan pantau kalau ada indikator baru yang membuat perubahan," jelas Perry.
Ia mengatakan The Fed baru melakukan tapering pada tahun depan. Setelah itu, The Fed baru akan menaikkan suku bunga acuan mulai 2023.
"The Fed masih terlalu dini untuk tapering. Pasar masih stabil, ada kenaikan imbal hasil obligasi tapi tidak signifikan," kata Perry.
Sebagai informasi, The Fed berencana menaikkan suku bunga acuan pada 2023 karena inflasi AS terus meningkat. Jika bank sentral AS mengerek suku bunga acuan, maka akan berpengaruh terhadap bunga acuan di berbagai negara, termasuk RI.
Saat ini, suku bunga acuan BI berada di level 3,5 persen. Bank sentral kembali mempertahankan suku bunga acuannya dalam rapat dewan gubernur (RDG) pada 16 Juni-17 Juni 2021.