Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik sikap Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang diam saat kasus Covid-19 di Indonesia mengalami lonjakan. Menurutnya, Airlangga selama ini hanya memikirkan dampak ekonomi ketimbang kesehatan terkait pandemi Covid-19.
Faisal pun menyayangkan langkah Presiden Joko Widodo yang menunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN).
"Indonesia butuh panglima perang Covid-19, tapi siapa? Panglima tertinggi kan Presiden, panglima perang Covid-19 itu Menko Perekonomian, jadi yang diurus ya ekonomi. Apa-apa ekonomi, sekarang [kasus naik] dia diam membisu," kata Faisal dalam dalam Konferensi Pers 'Desakan Emergency Responses: Prioritas Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemi' dalam YouTube, Minggu (20/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faisal menilai penanganan pandemi Covid-19 yang berorientasi pada sektor ekonomi tak akan mengatasi penyebaran virus. Ia mengatakan pemerintah semestinya mengutamakan kesehatan dalam mengatasi pandemi Covid-19.
Konsep keseimbangan antara kesehatan dan perekonomian juga dinilai keliru. Faisal menjelaskan orientasi penanganan pandemi Covid-19 pada sektor kesehatan merupakan hal mutlak yang sudah menjadi konsensus seluruh ekonom di dunia.
"Kesehatan adalah prasyarat pertumbuhan ekonomi. Tapi pemerintah seperti bebal. Ekonomi terus. Kalau kita selesaikan tuntas sesuai kaidah ilmu [kesehatan], itu niscaya ongkos ekonominya akan lebih murah dibanding membalik logikanya," kata Faisal.
Lebih lanjut, Faisal juga turut mendesak pemerintah memperbaiki data Covid-19 agar para ekonom lebih mudah memprediksi jika Indonesia akan kolaps.
"Kalau datanya baik, bagus, transparan, kita tahu kapan akan kolaps, jadi kita bisa antisipasi itu," ujarnya.
Faisal pun menyarankan pemerintah menerapkan lockdown regional agar bisa memutus mata rantai penularan Covid-19. Pemerintah juga diharapkan dapat menggunakan data berbasis saintifik ketimbang berorientasi pada ekonomi dalam mengambil kebijakan.
"Kalau lockdown itu kan dua minggu. Serahkan ke ahlinya, [para pakar kesehatan]. Ekonom tinggal mengurus apa apa yang harus diantisipasi, ini juga sudah sesuai dengan Undang-undang," katanya.
(mln/fra)