Senada, Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal juga menilai kondisi panic buying masyarakat di tengah lonjakan kasus covid harus segera diatasi pemerintah, meski ia memiliki penilaian berbeda terhadap dampaknya ke perekonomian. Sebenarnya ia mengakui panic buying tidak akan membuat inflasi terancam naik tinggi.
Sebab, panic buying hanya menyasar ke barang-barang tertentu dan bukan pengeluaran pokok masyarakat dalam jumlah banyak. Selain itu, menurut Fithra, biasanya panic buying akan mereda dalam beberapa waktu sebagaimana pernah terjadi pada pembelian besar-besaran masker dan hand sanitizer di awal pandemi covid-19 pada 2020.
"Secara historis, panic buying tidak lantas memicu inflasi karena demand masih lemah dan ini hanya satu dua kejadian yang konteksnya runtut saja, tapi tidak langsung memberi dampak inflasi," tutur Fithra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, Fithra tetap sepakat panic buying ini tetap harus dikendalikan oleh pemerintah. Menurutnya, dari sisi kebijakan sebenarnya pemerintah sudah cukup responsif.
Itu tercermin dari kebijakan mereka dalam memberi patokan harga untuk obat dan alat kesehatan dan cepat membuka keran impor oksigen dari Taiwan untuk mengatasi keterbatasan pasokan di dalam negeri.
"Tapi ini jangan sampai seperti pakai kaca mata kuda, harga sudah diatur, impor dibuka, tapi saat mau lewat, distribusi dan logistik terhambat penyekatan PPKM. Bahkan, tenaga medis mau lewat pun perlu waktu. Jadi hal-hal ini yang perlu diperhatikan juga saat penyekatan dilakukan, jangan sampai ganggu distribusi dan logistik," terangnya.
Selain distribusi dan logistik barang secara riil, Fithra juga menilai penting bagi pemerintah untuk bisa mengendalikan arus informasi yang menyebar di masyarakat juga. Sebab, terbatasnya arus informasi membuat masyarakat serampangan menentukan tindakan sendiri tanpa ada arahan jelas dari regulator.
Misalnya, masyarakat termakan informasi untuk menambah imun menggunakan susu beruang hingga kelapa hijau. Padahal, ada banyak barang lain yang juga bisa mengerek imun, tapi hal ini tidak terinformasikan oleh pemerintah, sehingga distribusi informasi juga penting.
"Maka pemerintah perlu ajak universitas hingga ahli-ahli untuk ikut beri informasi akurat kepada masyarakat," imbuhnya.
Terakhir, pemerintah juga perlu menyiapkan industri, meski tidak bisa dilakukan dalam jangka waktu cepat. Hal ini bisa menyontoh apa yang dilakukan pemerintah ketika masyarakat panic buying masker di awal pandemi.
Lalu pemerintah meminta industri tekstil untuk ikut masif memproduksi masker kain sebagai subtitusi masker medis dan hal ini terbilang berhasil. Saat ini, permintaan masker cukup terbilang wajar di tengah lonjakan kasus covid-19.
"Pemerintah bisa genjot BUMN untuk mengalihkan sebagian kegiatan kapasitas produksinya untuk produksi tabung oksigen misalnya, mungkin ini bisa menjadi solusi jangka pendek," pungkasnya.
(agt)