ANALISIS

BLT Subsidi Gaji Demi Pekerja Menengah Bawah Bertahan Hidup

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Jumat, 23 Jul 2021 06:50 WIB
Ekonom menilai BLT subsidi gaji bukan semata menyelamatkan ekonomi, tetapi menghindari pekerja menengah bawah jatuh miskin di tengah himpitan pandemi.
Ekonom menilai BLT subsidi gaji bukan semata menyelamatkan ekonomi, tetapi menghindari pekerja menengah bawah jatuh ke jurang kemiskinan. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah akan menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) berupa subsidi gaji untuk pekerja formal di sektor non esensial dan non kritikal di wilayah PPKM level 4. Bantuan ini diberikan hanya untuk pekerja menengah ke bawah bergaji di bawah Rp3,5 juta.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan subsidi gaji akan diberikan kepada 8 juta pekerja. Bantuan yang diberikan sebesar Rp500 ribu per bulan untuk dua bulan.

Nantinya, BPJS Ketenagakerjaan yang akan melakukan validasi data calon penerima BLT subsidi gaji. Setelah itu, BPJS Ketenagakerjaan yang akan menyampaikan data tersebut ke Kementerian Ketenagakerjaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebijakan ini sebenarnya bukan barang baru. Pemerintah sudah pernah menyalurkan subsidi gaji kepada pekerja pada September hingga Desember tahun lalu, selama 4 bulan.

Perbedaannya, pemerintah masih memberikan subsidi gaji kepada pekerja bergaji di bawah Rp5 juta. Lebih tinggi Rp1,5 juta dari sasaran sekarang. Dana yang diberikan pun sebesar Rp600 ribu per bulan selama empat bulan.

Dengan kata lain, pekerja di kelas menengah masih bisa mencicipi bantuan di tengah tekanan pandemi covid-19 tahun lalu. Berbeda dengan tahun ini, di mana hanya pekerja di kelas menengah bawah yang memiliki kesempatan mendapat uluran tangan pemerintah.

Padahal, pekerja dengan gaji di bawah Rp5 juta juga rentan jatuh ke kelompok menengah bawah karena dampak pandemi covid-19. Sementara, sumbangan konsumsi kelas menengah lebih tinggi dibanding dengan masyarakat menengah ke bawah.

Jadi, jika pekerja bergaji di bawah Rp5 juta terdampak dan tidak mendapatkan pertolongan pemerintah, maka mereka akan mengurangi konsumsi. Ujung-ujungnya, tingkat konsumsi rumah tangga akan semakin jeblok, sehingga ekonomi domestik kian terpuruk.

Direktur Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan pemerintah tampaknya memang lebih memprioritaskan masyarakat menengah ke bawah saat ini. Sebab, mereka yang paling terdampak dari pandemi covid-19.

"Kebutuhan hidup kelompok menengah bawah minimal Rp3 juta-Rp3,5 juta. Kalau terdampak pandemi covid-19, nah mereka tidak ada cadangan, tidak ada sisa simpanan," ungkap Tauhid kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/7).

Sementara, pekerja menengah masih memiliki cadangan dana. Meski semakin menipis, tapi setidaknya masih ada dana yang bisa disisihkan untuk kebutuhan di luar barang pokok.

"Jadi saya kira pemerintah memutuskan ini agar bisa survive, agar masyarakat bisa bertahan hidup dulu," terang Tauhid.

Tauhid sadar betul kontribusi konsumsi kelas menengah lebih besar ketimbang menengah bawah. Kalau pemerintah ikut membantu masyarakat menengah, maka ada potensi tingkat konsumsi akan terdongkrak.

Namun, pemerintah agaknya bukan fokus pada perekonomian semata. Pemerintah juga mempertimbangkan berbagai upaya agar masyarakat menengah bawah tetap bisa makan di tengah penerapan PPKM level 4.

"Agar pekerja kelas menengah bawah tidak jatuh ke jurang kemiskinan," imbuh dia.

Namun, ia mengingatkan jika pekerja bergaji di bawah Rp5 juta ini ikut terdampak pandemi, gajinya dipotong hingga mencapai di bawah Rp3,5 juta, maka mereka harus melaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan atau pemerintah. Dengan begitu, mereka akan masuk sebagai penerima subsidi gaji dari pemerintah.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal pun mengamini pernyataan Tauhid. Namun, ia menilai kebijakan kali ini menunjukkan bahwa ruang fiskal pemerintah sudah sempit.

Walhasil, pemerintah harus bisa menentukan prioritas terkait pihak mana saja yang sifatnya mendesak untuk dibantu. Bukan hanya pertimbangan tingkat konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi domestik, tapi juga benar-benar mengurangi beban rakyat. "Harus lihat keefektifannya, ketepatannya," kata Faisal.

Lagipula, banyak kecacatan pada penyaluran subsidi gaji tahun lalu. Misalnya, penyaluran tidak tepat sasaran dan dan data BPJS Ketenagakerjaan yang tidak 'update'.

"Gaji misalnya hanya menuliskan gaji pokok, tidak tunjangan dan lain-lain. Kalau total lebih besar dari yang seharusnya, efeknya juga mereka tidak akan gunakan untuk belanja, mereka akan simpan," papar Faisal.

Kalau itu terulang lagi, maka upaya pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat yang terdampak pandemi akan sia-sia. Pelaksanaan belanja APBN tak akan efektif.

"Memang harus dipastikan kalau dapat subsidi gaji, maka digunakan untuk belanja karena kebutuhan sehari-hari mereka juga kurang," jelasnya.

Kalau diberikan kepada kelas menengah atau mereka yang mampu, maka subsidi gaji bukan untuk konsumsi, melainkan ditabung. Ujung-ujungnya, konsumsi rumah tangga tetap turun dan masyarakat yang membutuhkan tak terjamah oleh pemerintah.


HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER