Karena realita itu, ia mengingatkan pemerintah untuk tidak larut dalam euforia dulu dengan capaian ekonomi kuartal II lalu. Faisal mengatakan tantangan ke depan bakal jauh lebih berat.
Dia memproyeksikan pertumbuhan kuartal III bakal turun ke kisaran 3 persen-4 persen secara tahunan. Faisal khawatir keterlambatan Indonesia menangani pandemi akan membuat RI diserang dua 'penyakit' sekaligus, yaitu, gelombang kedua pandemi dan kebijakan pemulihan ekonomi global.
Dari sisi global misalnya, penyakit bisa datang dari AS. Apalagi, The Fed yang sudah mulai ancang-ancang menarik stimulus besar-besaran pada akhir tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan sinyal itu, ekonomi dalam negeri berpotensi menghadapi tekanan besar akibat pelarian modal asing yang terjadi secara besar-besaran dari pasar keuangan RI.
Kalau sudah berdampak ke arus modal, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bakal tinggi dan pasar saham bisa lesu mengingat pendanaan masih didominasi investor asing.
"Yang jelas kuartal II ini kan sudah lewat, yang kita hadapi ke depan lebih buruk karena masuk gelombang kedua jadi jangan euforia," ujarnya.
Ia mengatakan bila ingin selamat, pemerintah harus segera mengejar target vaksinasi dan gencar melakukan 3T atau testing, tracing, dan treatment.
Sepaham, Tauhid juga mengingatkan pemerintah untuk mempertahankan basis konsumsi dengan memperluas bansos serta membenahi sisi kesehatan yang masih banyak masalah.
Dia menilai sulit 3T bisa berhasil bila masyarakat masih harus bayar untuk tes PCR/antigen sementara akses ke tes gratis pemerintah masih terbatas. Bila sisi kesehatan belum tertangani, sisi ekonomi pun bakal terancam.
"Tantangan ke depan ketidakpastian masih tinggi karena pandemi belum tahu sampai kapan, sementara PPKM level berlangsung relatif panjang," pungkasnya.
(wel/agt)