Merujuk pada OJK, terdapat setidaknya 10 perbedaan fintech lending legal dan ilegal. Berikut penjelasannya:
Fintech ilegal jelas tidak terdaftar dan mempunyai izin beroperasi sehingga tidak memiliki regulator khusus yang bertugas mengawasi kegiatan penyelenggara.
Sedangkan pada fintech resmi terdaftar dan berizin OJK berada dalam pengawasan sehingga sangat memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyelenggara Fintech Lending illegal mengenakan biaya dan denda yang sangat besar dan tidak transparan.
Sementara fintech legal yang terdaftar atau berizin OJK mewajibkan keterbukaan informasi mengenai bunga dan denda maksimal yang dapat dikenakan kepada pengguna.
Penyelenggara fintech lending ilegal melakukan regulasi tanpa peraturan yang ditetapkan baik secara perundangan ataupun POJK.
Sementara pada fintech lending legal yang terdaftar atau berizin OJK sangat tunduk para peraturan baik undang-undang maupun POJK.
Pengurus atau jajaran direksi dan komisaris fintech lending legal berstatus jelas dan harus memiliki pengalaman minimal 1 tahun di Industri Jasa Keuangan khususnya level manajerial.
Sedangkan pada fintech lending ilegal tidak jelas pengurus dan standar pengalamannya.
Penyelenggara fintech lending ilegal melakukan penagihan secara kasar, mengancam, dan tidak manusiawi, juga bertentangan dengan hukum.
Sedangkan pada fintech lending legal para penagihnya telah tersertifikasi yang dilakukan oleh AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia).
Penyelenggara Fintech Lending legal ditunjuk resmi oleh OJK dan merupakan anggota AFPI, sedangkan fintech lending ilegal tidak berasosiasi dengan AFPI.
Fintech lending ilegal biasanya tidak memiliki lokasi kantor yang jelas dan bahkan bisa saja berada di luar negeri untuk menghindari aparat hukum.
Untuk fintech lending legal terdapat lokasi kantor yang jelas dan telah melalui uji survei OJK.
Penyelenggara fintech lending ilegal berstatus tidak resmi dan merupakan target pengawasan Satgas Waspada Investasi (SWI, Kominfo, Google Indonesia, dan Direktorat Cybercrime Polri.
Lain halnya dengan fintech lending legal yang terdaftar dan sesuai dengan POJK 77/POJK.01/2016.
Syarat pinjaman pada fintech lending ilegal cenderung sangat mudah cair dan menggiurkan, juga sering kali tidak menanyakan alasan peminjaman.
Sementara pada fintech lending legal yang terdaftar di OJK diperlukan informasi detail mengenai tujuan peminjaman dan mengharuskan pencantuman dokumen terkait peminjaman.
Aplikasi fintech lending ilegal akan meminta akses seluruh data pribadi yang ada di dalam ponsel pengguna. Ini berpotensi disalahgunakan dalam melakukan penagihan.
Sementara pada fintech lending legal yang terdaftar atau berizin OJK hanya mengizinkan akses kamera, microphone, dan lokasi pada handphone pengguna.
Itulah perbedaan pinjol legal dan ilegal penting diketahui agar tak terjebak pinjol bodong.
Otoritas Jasa Keuangan menyarankan bagi masyarakat yang mendapat teror berupa ancaman, tindak kekerasan dari fintech lending ilegal atau pinjol ilegal agar segera menghubungi pihak Kepolisian.
Kemudian laporkan fintech lending ilegal tersebut ke situs www.afpi.or.id atau telepon di 150505 (bebas pulsa) atau dapat menghubungi OJK melalui Kontak OJK 157 khusus bagi penyelenggara Fintech Lending legal yang melakukan ancaman serupa.
(imb/fef)