Kejatuhan ibu kota Kabul ke tangan kelompok Islam fundamentalis Taliban pada Minggu (15/8) lalu tidak hanya membuat kegaduhan politik dan keamanan negara, namun turut merusak nilai mata uang Afghanistan, Afghani.
Per Jumat (20/8), Afghani masih terpuruk di level 86,25 Afghani per dolar AS. Sebagai pembanding, sebelum Taliban menguasai Afghanistan, kurs Afghani terpantau di kisaran 80,84 per dolar AS pada Jumat (13/8) lalu.
Dilansir CNN, turunnya nilai mata uang Afghanistan akan sangat berdampak pada kelompok miskin di negara tersebut. Bahan pokok dan makanan akan menjadi komoditas dengan kenaikan tertinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Washington membekukan aset keuangan Afghanistan senilai US$9,5 miliar atau setara Rp137,5 triliun (kurs Rp14.479 per dolar AS) yang disimpan di berbagai lembaga keuangan salah satunya, Federal Reserve New York. Hal oni dilakukan untuk memutus pendanaan kepada pemerintah Afghanistan yang kini dikendalikan Taliban.
Gubernur Bank Sentral Afghanistan Ajmal Ahmady menegaskan bahwa cadangan internasional Afghanistan tidak dapat dikompromikan dan disimpan dalam akun yang tidak mudah diaudit.
Tidak hanya itu, Kamis (19/8) kemarin, International Monetary Fund (IMF) memutuskan untuk menahan pencairan dana yang diberikan sebesar US$450 juta atau setara Rp6,51 triliun (kurs Rp14.479 per dolar AS) sebagai rasa keprihatinan usai Afghanistan digulingkan Taliban.
Hingga saat ini, Afghanistan dalam pendudukan Taliban dijatuhkan sanksi oleh AS karena melanggar hak asasi manusia terhadap perempuan dan anak-anak.