Bhima menilai berbagai mudarat ini muncul karena mayoritas masalah datang dari aktivitas bisnis pinjol ilegal. Masalahnya, mereka tidak terdaftar di OJK, sehingga pengawasan minim dan tindak lanjut pun bukan wewenang otoritas tersebut.
OJK selama ini hanya bertanggung jawab pada permasalahan dari pinjol yang resmi terdaftar. Jumlahnya hanya mencakup 116 perusahaan pinjol per 25 Agustus 2021.
Jika ada masalah dari pinjol ilegal, maka SWI serta Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menindak. "Tapi kecepatan dalam memberantas pinjol juga rendah, apalagi banyak server pinjol ilegal dari luar negeri. Ketika diblokir, dengan mudah si pinjol membuat marketing baru, aplikasi dan website baru. Jadi langkah regulator selalu kalah," kata Bhima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum juga mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Indonesia juga tidak memiliki undang-undang khusus mengenai pinjol atau fintech, sehingga sulit mempidanakan pinjol ilegal.
Untuk itu, menurutnya, solusi paling mendasar adalah pemerintah dan semua pihak terkait terus mengedukasi masyarakat agar tidak terjerumus dalam pinjol ilegal. Di samping itu, pemerintah dan OJK juga perlu menambah jangkauan lembaga jasa keuangan dengan fasilitas yang ringan sebagai akses pendanaan bagi masyarakat dan dunia usaha, sehingga mereka tidak mudah lari ke pinjol.
"OJK juga bisa perkuat terus kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk blokir nomor telepon yang dijadikan sebagai sarana pemasaran pinjol," ujarnya.
Kemudian, sambung Bhima, OJK juga perlu meningkatkan pengawasan bagi pinjol yang terdaftar dan mengatur kembali tingkat bunga mereka. Sebab, bunga yang ditawarkan sebenarnya cukup tinggi meski legal.
"Jumlah fintech P2P (pinjol) yang terdaftar di OJK sebaiknya juga diperketat, sehingga jumlahnya lebih kecil dan pengawasan bisa lebih mudah," imbuhnya.
Yang tak ketinggalan, segera sahkan RUU PDP dan undang-undang soal pinjol. Dengan begitu, pelaksanaan aktivitas hingga pengawasan pinjol memiliki regulasi yang menyeluruh dan ketat.
Huda menambahkan perlu juga kebijakan pemblokiran yang masif dengan turut melibatkan provider, seperti yang saat ini diterapkan dalam melarang pembukaan situs-situs porno.
"Jika mau sebenarnya pake sistem blokir seperti pemblokiran situs porno dengan menggandeng pihak provider. Jadi jika belum punya ijin OJK akan otomatis provider internetnya akan menolak," pungkasnya.
(agt)