Kasus Covid-19 Turun, Rupiah Terangkat ke Rp14.222
Nilai tukar rupiah berada di level Rp14.222 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Jumat (17/9) sore. Posisi ini menguat 30 poin atau 0,21 persen dari Rp14.252 per dolar AS pada Kamis (16/9).
Begitu juga dengan kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang menempatkan rupiah di posisi Rp14.233 per dolar AS atau menguat dari Rp14.238 per dolar AS pada Kamis kemarin.
Rupiah menguat bersama yuan China 0,08 persen dan peso Filipina 0,02 persen. Namun, mata uang Asia lain justru terperosok ke zona merah.
Ringgit Malaysia melemah 0,35 persen, won Korea Selatan minus 0,32 persen, baht Thailand minus 0,32 persen, yen Jepang minus 0,2 persen, dolar Singapura minus 0,05 persen, rupee India minus 0,02 persen, dan dolar Hong Kong minus 0,01 persen.
Sebaliknya, mayoritas mata uang utama negara maju justru kompak di zona hijau. Hanya rubel Rusia yang melemah 0,3 persen dari dolar AS.
Sedangkan dolar Australia menguat 0,39 persen, dolar Kanada 0,35 persen, poundsterling Inggris 0,14 persen, franc Swiss 0,13 persen, dan euro Eropa 0,11 persen.
Analis sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah menguat berkat pelemahan indeks dolar AS yang tertekan sentimen penantian pasar terhadap kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve.
Pasalnya, beberapa data ekonomi negeri Paman Sam cukup menunjukkan perbaikan, sehingga menguatkan sinyal tapering atau pengurangan likuiditas dari The Fed.
"Fokus pasar saat ini adalah keputusan kebijakan The Fed yang dapat memberikan petunjuk kapan pengurangan aset akan dimulai. Beberapa investor memperkirakan penurunan aset akan dimulai pada November," kata Ibrahim.
Sementara dari dalam negeri, mata uang Garuda turut mendapat tenaga dari perbaikan sejumlah indikator penanganan covid-19. Misalnya, indikator recovery rate meningkat ke 94,45 persen atau lebih tinggi dari global sekitar 89,68 persen per 14 September 2021.
Begitu juga dengan indikator bed occupancy rate yang menurun ke 13,32 persen dari sebelumnya sempat di kisaran 90 persen. Selain itu, pemerintah menyatakan sudah tidak ada provinsi yang masuk ke PPKM Level 4.
(uli/agt)