Hasil akhirnya, holding diharapkan bisa meningkatkan persediaan, akses, hingga ketahanan pangan di dalam negeri. Kendati begitu, menurut Yusuf, keinginan membentuk holding pangan apalagi sampai meniru kesuksesan China bukanlah hal yang mudah.
Bahkan, semua keinginan di sektor pangan tadi tidak serta merta bisa tercapai hanya dengan membentuk holding. Tetapi, bila holding benar-benar bisa dimaksimalkan, ini juga bukan tujuan yang tidak mungkin bisa dikejar.
"Tantangannya, perlu perbaikan yang menyeluruh dari semua BUMN yang ada di holding ini, mengingat BUMN (di dalam holding) bukanlah BUMN tier pertama," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maklum saja, dari skala usaha misalnya, perusahaan yang nanti akan berada di holding bukanlah perusahaan yang sudah go international, seperti PT Pertamina (Persero) misalnya. Begitu juga dengan asetnya, tentu tidak segemuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN.
Sama halnya bila bicara jaringan bisnis, tidak seluas PT BRI (Persero), misalnya. Belum lagi, bila disandingkan dengan perusahaan dengan lini bisnis yang sama tapi berstatus swasta, total aset Rp28 triliun dari holding BUMN pangan mungkin belum seberapa.
"Sehingga saya kira di tahap awal dukungan pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN) berpotensi diperlukan," imbuh dia.
Hal ini sekaligus akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, yaitu meningkatkan skala perusahaan dengan permodalan. Mau tidak mau perlu ada suntikan APBN untuk menyokong rencana holding ke depan.
Sependapat, Ekonom Indef Nailul Huda juga menilai tujuan intergrasi dari pemerintah sejatinya bagus. Tapi, eksekusinya bakal menantang. Bukan cuma masalah menggabungkan dan membesarkan para perusahaan negara di bidang yang sama, namun juga membenahi sektor pangan itu sendiri.
Saking susahnya, menurutnya, upaya koordinasi di bidang pangan dari antar kementerian/lembaga saja masih susah diwujudkan. Terbukti, koordinasi antar kementerian belum satu pintu sehingga pemerintah membentuk Badan Pangan Nasional (BPN) yang diharapkan bisa menjadi leader di sektor ini.
"Jadi ruwet sebenarnya masalah pangan. Holding pangan pun saya rasa tidak akan membuat perusahaan BUMN pangan berkinerja baik karena mereka tersandera kepentingan sektoral," ujar Huda.
Bila koordinasi mereka masih terhambat, Huda ragu bila kehadiran holding BUMN pangan nantinya bisa benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Ujungnya, mungkin hanya meningkatkan kinerja perusahaan negara di skala bisnis saja, tapi belum tentu benar-benar berdampak ke masyarakat.
"Holding pangan masih minim efeknya ke masyarakat dan nasional. Berat bagi holding pangan untuk bisa berkinerja baik apabila penuh dengan kepentingan," pungkasnya.
(bir)