Mengukur Risiko Gagal Bayar Evergrande Picu Krisis Keuangan
Raksasa properti China Evergrande tiba-tiba menjadi sorotan publik selama beberapa waktu terakhir. Pasalnya, perusahaan ternyata memiliki utang setumpuk.
Jumlahnya mencapai US$300 miliar atau setara Rp4.277 triliun (kurs Rp14.250 per dolar AS). Hal itu langsung membuat pasar keuangan China, bahkan global, geger karena menimbulkan risiko gagal bayar.
Risiko ini langsung membuat pasar keuangan teringat lagi dengan kasus Lehman Brothers, bank raksasa AS yang bangkrut dan memberi dampak krisis keuangan dunia pada 2008.
Lihat Juga : |
Lantas, bagaimana dampak risiko gagal bayar China Evergrande ke Indonesia? Apakah memberi pengaruh bagi pasar keuangan dan perekonomian nasional?
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai kasus gagal bayar China Evergrande tentu akan memberikan dampak ketidakpastian kepada pasar keuangan global dan negara-negara lain, tak terkecuali Indonesia.
"Memang karena berpengaruh ke pasar modal global memang ada pengaruhnya terhadap pasar modal Indonesia. Lebih karena faktor eksternal bukan faktor domestik, itu yang bisa kami simpulkan," ujar Perry, Selasa (21/9).
Tapi, menurutnya, sejauh ini dampaknya baru berupa sentimen di pasar keuangan saja. Bahkan, tidak mempengaruhi aliran modal asing (capital inflow) yang masuk ke dalam negeri.
Sebab, ia mencatat capital inflow masih sekitar US$1,5 miliar pada Juli-September 2021 ketika kasus ini mencuat ke publik. Tak hanya itu, nilai tukar rupiah pun tidak terpengaruh, di mana mata uang Garuda justru tercatat menguat 0,94 persen secara rerata dan terapresiasi 0,18 persen secara point-to-point per 20 September 2021.
"Sedangkan di pasar SBN dan pasar nilai tukar dampaknya memang tidak banyak, bahkan aliran masuk investasi portofolio sampai 17 September terjadi inflow," ucapnya.
Pengaruh kasus gagal bayar China Evergrande ke Indonesia juga tidak dipungkiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tapi, bendahara negara tidak memberikan elaborasi rinci mengenai dampaknya.
Ia hanya mewanti-wanti bahwa kasus ini bisa berpengaruh dan pemerintah akan waspada. "Kita harus melihat dengan mewaspadai apa yang terjadi di dalam perekonomian China dengan adanya fenomena gagal bayar dari perusahaan Evergrande ini," ungkap Ani, sapaan akrabnya.
Lihat Juga : |
Lalu, apa benar kasus China Evergrande bakal menjadi Lehman Brother jilid kedua atau justru tidak separah itu?
Menurut Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam, kasus China Evergrande tidak akan menjadi Lehman Brothers jilid kedua. Alasannya, Piter menilai pemerintah China tidak akan tinggal diam dengan ancaman tersebut.
Artinya, entah pemerintah maupun bank sentral China akan segera 'turun tangan' dan membuat pasar keuangan kembali kondusif lagi. Pelaku pasar pun dirasa tidak perlu khawatir berlebihan.
"Evergrande saya perkirakan berdampak besar terhadap perekonomian China dan juga global, tetapi tidak sebesar Lehman Brothers. Saya yakin China tidak akan membiarkan Evergrande gagal bayar dan memicu krisis ekonomi di China," kata Piter kepada CNNIndonesia.com.
Risiko gagal bayar utang Evergrande memicu ketidakpastian pasar keuangan. Baca ulasannya pada halaman berikutnya.