Krisis listrik yang dihadapi China mengancam pertumbuhan ekonomi negeri Tirai Bambu itu, seiring terganggunya kegiatan rantai pasok.
Diketahui, China mengalami krisis energi yang membuat listrik padam di sejumlah wilayah, seperti Heilongjiang, Jilin, dan Liaoning. Akibatnya, kegiatan produksi termasuk juga rumah tangga terganggu karena terjadi pemadaman.
Pemerintah China telah meminta perusahaan di sejumlah kawasan industri untuk membatasi penggunaan listrik. Hal ini dilakukan untuk menurunkan permintaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan jaringan milik pemerintah mengatakan bahwa mereka akan berusaha untuk melawan krisis listrik dan mengamankan konsumsi rumah tangga.
Krisis listrik ini terjadi kedua kalinya setelah Juni, namun kondisinya semakin diperburuk akibat terpaan badai. Industri menghadapi banyak tekanan dari mahalnya tarif listrik hingga rencana pemerintah dalam mengatasi emisi karbon.
Sebagai negara dengan emisi karbon terbesar di dunia, Pemerintah China menargetkan emisi karbon dapat diselesaikan sebelum 2030.
Kebijakan tersebut membuat perusahaan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, termasuk untuk membangkitkan tenaga listrik.
Lihat Juga : |
Di lain sisi, permintaan akan produk buatan China semakin meningkat sebagai reaksi dunia yang mulai pulih dari pandemi covid-19.
Sebagai contoh, Pegatron, produsen komponen smartphone iPhone, harus bekerja sama dengan kebijakan Pemerintah China untuk mengaktifkan mekanisme penyimpanan energi.
Direktur Counterpoint Research Dale Gai mengatakan selain krisis listrik, China juga tengah mengalami masalah pasokan alat teknologi, walau tidak seburuk terbatasnya stok chip komputer di dunia.