Setelah Evergrande dan Fantasia Holding, kini giliran Modern Land, perusahaan pengembang properti China lain, yang terancam gagal bayar utang. Saat ini, Modern Land tengah meminta perpanjangan waktu kepada investor untuk membayar obligasi senilai US$250 juta.
Modern Land menyampaikan hal itu ke Bursa Efek Hong Kong, pasar modal tempat perusahaan mendaftarkan sahamnya.
Modern Land mengaku ingin memperpanjang tenggat waktu pembayaran utang jatuh temponya hingga akhir Januari 2022 mendatang. Alasannya, perusahaan tengah berusaha meningkatkan likuiditas dan arus kas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir CNN Business, Senin (11/10), perusahaan juga mengaku perusahaan sedang berusaha mendapat dana segar dalam bentuk pinjaman hingga 800 juta yuan atau setara US$124 juta.
Akibat berita ini, saham Modern Land turun lebih dari dua persen di bursa efek Hong Kong. Sepanjang tahun ini, saham perusahaan sudah merosot lebih dari 45 persen.
Kabar kesulitan keuangan perusahaan datang pada hari yang sama pengembang terbesar kedua China Evergrande menghadapi tenggat waktu pembayaran utang.
Sementara itu, belum lama ini, Fantasia Holding gagal membayar utang obligasi US$205,7 juta atau setara Rp2,9 triliun.
Masalah ini dipicu setelah Country Garden Services Holding menambahkan Fantasia dalam perusahaannya, namun gagal membayar US$107 juta pinjaman.
Kabar ini muncul ketika investor menunggu kabar tentang Evergrande yang dihentikan sementara perdagangan sahamnya pada Senin (4/10). Laporan lainnya menerangkan Hopson Development berencana untuk membeli 51 persen sahamnya.
Fitch Ratings akhirnya menurunkan level Fantasia menjadi "CCC-" yang kemungkinan disebabkan oleh gagal bayar perusahaan.
Walaupun Fantasia dikatakan melewatkan pembayaran sebelumnya kepada pemegang obligasi, namun Fitch mengklaim obligasi tersebut tampaknya tidak diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan.
"Kami percaya obligasi ini menggambarkan kondisi keuangan perusahaan dan lebih ketat dari apa yang kami bayangkan. Lebih lanjut, kejadian ini meragukan transparansi keuangan perusahaan," kata Fitch Ratings, dikutip dari AFP, Selasa (5/10).