Kemudian, SWI pun memanggil Aakar dan dari hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan perusahaan melakukan kegiatan usaha penasihat investasi atau manajer investasi tanpa izin. Dengan kata lain, Jouska diduga melanggar UU Pasar Modal.
Tak hanya diduga melakukan praktik penasihat keuangan tanpa izin, Jouska juga diduga melakukan pencucian uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turun tangan menelusuri dugaan pencucian uang pada Agustus 2020 lalu.
Terpisah, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat memanggil PT Philip Sekuritas Indonesia yang tersandung kasus Jouska karena mayoritas klien diarahkan membuka rekening dana nasabah di Philip Sekuritas. Sayangnya BEI enggan mengungkap pertemuannya dengan Jouska yang dilakukan pada Agustus 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ping-pong pernyataan dan bantahan terus terjadi antara Aakar dan nasabah Jouska hingga pada babak baru penyelidikan melibatkan pihak Kepolisian pada September tahun lalu.
Lihat Juga : |
Berbagai laporan ke kepolisian dibuat klien Jouska yang merasa dirugikan. Salah satunya laporan dari Rinto Wardana, kuasa hukum 41 korban PT Jouska Finansial Indonesia. Ia memperkirakan jumlah kerugian kliennya menembus Rp18 miliar.
Laporan dibuat pada 12 November 2020 lalu di Polda Metro Jaya dengan dugaan tindak pidana pasal 28 ayat 1 UU ITE Nomor 11 tahun 2018 tentang Berita Bohong dan Merugikan Konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pada Januari 2021 lalu, Rinto mengatakan penyidik menambah satu pasal terkait pasar modal dalam kasus terkait.
Lihat Juga : |
Rinto menyatakan penyidik memasukkan tambahan Pasal 104 Undang-Undang (UU) Pasar Modal. Dengan tambahan itu, artinya ada tiga tindak pidana yang diselidiki oleh penyidik.
Rinto menjelaskan ada temuan bahwa Aakar membuka rahasia terkait perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini biasa disebut dengan insider trading.
"Informasi terbaru digunakan pasal 104 itu karena ada yang namanya unsur membuka rahasia terkait perdagangan di bursa saham," kata Rinto saat itu.
Dalam Pasal 104 UU Pasar Modal, pelanggaran tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.
(wel/agt)