Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menaikkan target pembiayaan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebesar US$20 miliar atau setara Rp284 triliun (kurs Rp14.211 per dolar) dalam satu dekade ke depan.
Pengumuman ini disampaikan sebelum pertemuan tingkat tinggi untuk perubahan iklim ke-26 (COP26) di Glasgow, Skotlandia. Gelaran tersebut akan mendiskusikan gagasan untuk meninggalkan pembangkit listrik tenaga uap dari batu bara.
Presiden ADB Masatsugu Asakawa mengatakan perubahan iklim semakin buruk setiap harinya. Kondisi itu membuat banyak pihak menyerukan untuk meningkatkan dana bagi iklim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mengambil langkah ini untuk mencapai ambisi kami dalam mendanai iklim sebesar US$100 miliar secara kumulatif hingga 2030," kata Masatsugu dikutip dari AFP, Rabu (13/10).
Dalam target pendanaan 2019-2030, ADB akan mendedikasikan dana sebesar US$66 miliar untuk mitigasi iklim, termasuk transportasi berbasis rendah karbon dan efisien energi.
ADB juga bakal menyalurkan US$34 miliar untuk kegiatan adaptasi untuk meningkatkan ketahanan negara-negara Asia dalam menghadapi perubahan iklim.
Hingga kini, ADB telah melakukan peninjauan terhadap upaya melawan perubahan iklim di Asia dan menemukan beberapa peminjam tidak sepenuhnya memanfaatkan potensi iklim yang ada.
Tidak hanya itu, Indonesia dan Filipina turut diawasi dalam studi kelayakan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan mempercepat penanggalan pembangkit tersebut.
Mereka menyebut langkah ini sebagai Mekanisme Transisi Energi, dimana pemerintah, sektor swasta, hingga filantropis akan mengganti pembangkit yang menghasilkan karbon menjadi sumber energi terbarukan.
Dalam draf kebijakan energi yang dirilis ADB Mei lalu, pihaknya akan memberhentikan pendanaan untuk PLTU baru.
Selama 2009-2019, ADB menggelontorkan dana sebesar US$42,5 miliar untuk sektor energi di Asia. Namun, 60 persen di antaranya merupakan pembangkit listrik dari batu bara.