Sejumlah regulator keuangan memperingatkan perubahan iklim dapat memicu krisis keuangan. Peringatan dikeluarkan dalam beberapa tahun terakhir.
Mengutip The Economist, Jumat (10/9), Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) mengatakan akan menyusun rencana aksi perubahan iklim.
Sementara, mantan gubernur Bank of England memperingatkan risiko keuangan dari perubahan iklim sejak 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas di Amerika Serikat (AS) juga telah menerbitkan laporan setebal 200 halaman bertajuk perubahan iklim menimbulkan risiko besar bagi stabilitas sistem keuangan AS.
Politisi Demokrat di AS telah meminta Presiden Joe Biden untuk tak menunjuk kembali Jerome Powell sebagai Gubernur The Fed. Politisi itu menilai Powell tak berbuat banyak untuk menghilangkan risiko iklim.
Lantas, seberapa besar sebenarnya risiko perubahan iklim terhadap stabilitas sistem keuangan?
Sejumlah bank sentral telah melakukan stress test terkait hal tersebut. Hasilnya, sebagian besar bank sentral mengatakan bahwa perubahan iklim akan menjatuhkan sistem keuangan.
Lihat Juga : |
Perubahan iklim dapat mempengaruhi sistem keuangan dalam tiga cara. Pertama, pengaruh lewat regulator sebagai risiko transisi.
Dampak akan muncul ketika pemerintah membuat kebijakan iklim lebih ketat. Investor akan menjauhi sektor yang masih bergantung dengan energi kotor dan pindah ke sektor yang telah beralih ke energi bersih.
Dengan demikian, perusahaan yang masih bergantung dengan energi kotor berpotensi mengalami gagal bayar pinjaman. Selain itu, harga saham mereka akan runtuh.
Kedua, eksposur perusahaan keuangan terhadap bahaya kenaikan suhu. Dewan Stabilitas Keuangan memperkirakan kerugian ekonomi global akibat bencana terkait cuaca naik dari US$214 miliar pada 1980 menjadi US$1,62 triliun pada 2010.
Sementara, seorang ekonom mengatakan kebijakan iklim yang disusun pemerintah dapat menyebabkan penjualan aset. Dengan begitu, risiko akan meluas terhadap berbagai aspek lain, seperti biaya pinjaman lebih tinggi.
Pada April 2021, Banque de France (BDF) merilis stress test yang menunjukkan bahwa eksposur bank Prancis terhadap risiko transisi perubahan iklim masih rendah.
Namun, klaim pada asuransi tetap berpotensi meningkat akibat kekeringan dan banjir yang lebih buruk di tengah perubahan iklim.
Sementara, hasil stress test bank sentral Belanda menunjukkan dampak perusahaan keuangan di Belanda dan risiko transisi masih dapat dikelola.
Meski begitu, Mark Campanale dari Carbon Tracker skeptis dengan hasil stress test yang dilakukan oleh sejumlah bank sentral tersebut. Menurutnya, model tes yang digunakan sudah ketinggalan zaman.
Sebagian besar pengujian menggunakan kerangka waktu yang dipercepat, yakni lima tahun. Namun, perusahaan asuransi dan bank sepertinya akan mengubah model bisnis mereka saat transisi iklim berlangsung untuk membatasi dampak ke perusahaan.
Banque de France pun melakukan stress test untuk kedua kalinya. Perusahaan diizinkan untuk membuat perubahan realistis pada model bisnis mereka selama 30 tahun.
Hal itu memungkinkan bagi perbankan mengurangi kredit ke sektor bahan bakar fosil. Sementara, perusahaan berpotensi menaikkan premi kepada nasabah.
Sementara, hasil stress test juga menunjukkan pentingnya memberi perusahaan waktu untuk beradaptasi. Pasalnya, jika ada kebijakan pemerintah terkait perubahan iklim yang mendadak, maka akan memengaruhi kualitas kredit di perbankan.